Ini adalah cerita nyata yang saya alami ketika mengantar salah satu teman ke asrama barunya. Semoga ada hikmah yang bisa diambil. Happy reading^^
Jam tanganku
sudah menujukan hampir pukul 12 siang, menandakan sudah hampir 2 jam kami
menunggu Sifa
dan keluarganya. Sifa merupakan teman baikku, teman baik kami.
Hari ini, 10 Juli 2011 merupakan hari pertamanya bersekolah di sekolah barunya
di Bogor. SIfa
merupakan salah satu penerima Beasiswa dari Sampoerna
Acedemic.
“Ayo,
nanti kita terlambat. Keluarga Sifa sudah bersiap akan berangkat” kataku kepada
Anik.
Kami berangkat dari Depok pukul 09.00 pagi karena kami belum mengetahui dimana letak asrama Sifa
itu. Tapi karena beberapa alasan, perjalanan baru dimulai pukul 11.00
pagi.
Mobil
sewaan kami sudah menunggu sejak tadi. Ya, kami menyewa sebuah angkot untuk
mengantar Sifa
ke asrama barunya, Sifa pergi bersama kami. Sedangkan keluarganya berada di mobil pribadi
milik salah satu kerabatnya. Di dalam angkot ada orang-orang terdekat Sifa, ada Aku, Kak Anik, Siwi, Meli,
Dira, Mega, Kak Eka dan Kak Wandi.
*
“Kok supirnya
muda banget, tau jalan gak nih?” Tanya Kak Eka pada Kak Anik
“Iya ya? tapi
kita khusnuzon aja deh :)”
Setelah 2 jam
perjalanan, sampailah kami ke sekolah barunya Sifa.
Setelah
melihat-lihat sekeliling asrama dan sholat zuhur akhirnya kami pulang
menuju Depok.
*
Saat perjalanan
pulang, kami tidak melewati jalan yang
sama seperti waktu berangkat tadi. Karena waktu itu
sebenernya abang angkotnya emang abang cabutan, jadi gak tau jalan :’(
“kapan nih mau pake
jilbab???” Tanya Ka Eka kepada kami.
“Ntar ka selesai
PKL.” Kata Mega
“Umur gak ada yang
tau lohhh ..hehe. “Kak Anik menambahi
Yang lain hanya
saling berpandangan sambil tersipu malu.
*
Mobil kami
melewati rel kereta api. Alarm peringatan sudah berbunyi, menandakan bahwa
kereta api akan lewat. “Neng…neng.. neng” tapi sang supir malah nekat dan mobil
kami terjebak ditengah-tengah rel karena keadaannya pada saat itu macet. Seketika
kami panik.
Dira
terlihat paling panik diantara yang lain, “maju bang, maju!!”
Perintahnya kepada Sang Supir.
Aku lemas
seketika, sudah tidak tau mau berbuat
apa lagi. Kak Wandi yang duduk di samping supir hanya menengok ke
belakang-ke depan-kebelakang lagi melihat keadaan kami.
Kami berdoa agar
diberi keselamatan. Saat itu, hanya itu yang bisa kami lakukan. Mobil sedikit
demi sedikit maju dan akhirnya kami lolos dari maut. Bagaimana tidak? Tepat
setelah angkot kami
melewati rel, palang penutup jalan langsung menutup jalan. Beberapa menit
kemudian, kereta melaju dengan kencangnya. Satu menit itu berharga
banget teman :’)
Sebuah pelajaran
untuk kami semua. Setiap kejadian pasti ada hikmahnya. Terima kasih ya Allah,
Engkau ingatkan kami bahwa kematian itu sebenarnya amat sangat
dekat.
Beberapa
hari kemudian setelah kejadian itu, Siwi memutuskan untuk
memakai jilbab. Alhamdulilah, mungkin ini hikmahnya :)