Pagi ini adalah pagi yang berbeda dari biasanya, kau tahu?
Kemarin ayahku membelikanku sepeda. Memang bukan hal yang ajaib di usiaku yang
sudah 19 ini. Zaman di mana orangtua teman-temanku lebih memilih memberikan
sepeda motor untuk anaknya.
Hari ini hari Minggu, sudah kuniatkan untuk bersepeda
menggunakan sepeda baruku ini. Aku sudah mempunyai rute sendiri di otakku.
Mulai bersepeda dari sini, lalu ke sini, setelah itu ke sana dan seterusnya.
Baru saja mengeluarkan sepedaku ini dari dalam rumah, nampak
satu rombongan anak-anak berlari-lari kecil mengelilingi kampung, menyapaku
dengan senyum khas anak-anak, “pagi Kak Shilaa ..” Aku menjawab satu persatu,
“pagi Ido, pagi Adel, pagi Silvi, pagi Adi. Semangat ya lari paginya..”
Aku memacu sepedaku keluar, mengelilingi jalan sesuai ruteku
itu. Dipersimpangan jalan ku lihat seorang pemuda asing yang aku belum pernah
lihat sebelumnya, ku taksir umurnya sebaya denganku, mungkin lebih tua dia
beberapa bulan, batinku.
Dari kejauhan ku lihat ia sedang menatap ke arahku, tatapan
pertemanan, seperti ingin mengajak berkenalan lalu bersepedah bersama. Tapi aku
alihkan pandanganku darinya, ku lajukan lagi sepedaku, menuju suatu taman di kampungku
ini.
Cerita sedikit bahwa Taman ini dulunya kebun kosong, yang lebih sering digunakan
warganya untuk membuang sampah, maka akupun menyembutnya “taman sampah"
namun beberapa bulan yang lalu sekelompok orang dari LSM Cinta Lingkungan
datang kesini, memberi penyuluhan tentang pentingnya taman bagi kehidupan,
mereka juga memberikan bantuan yang lengkap, mulai dari dana hingga tenaga
pekerja, hingga tempat itu disulap menjadi taman nan asri dengan banyak
pepohonan seperti sekarang ini.
Sedang asyik bersepeda, tiba tiba aku jatuh. Ah. Rantainya
putus. Ku coba membetulkan tapi tidak bisa, keadaan rantainya putus,
benar-benar putus, ada sambungan rantai yang terlepas, bukannya kendur. Pemuda
itu menghampiri bermaksud memberikan bantuan,
“kenapa sepedanya?”, tanyanya padaku
“rantainya putus.”, jawabku lirih.
“tolong pegang ini bentaran, gue coba benerin”, kataya seraya
memberikan botol minuman padaku, “minum aja kalo lo haus.”, tambahnya
“ini mah mesti diganti rantainya, musti taro dibengkel”
katanya memberitahu
“tuh didepan situ ada bengkel, bisa nanti deh aku tuntun
kesana. Thanks ya.” Kataku sembari menyerahkan botol minumnya dan mengambil
alih sepedaku darinya.
Bengkelnya masih tutup, mungkin karna hari libur. Namun dari
rumahnya -yg bersebelahan dengan bengkelnya-, si pemilik bengkel berkata untuk
ku meninggalkan saja sepedaku didepan bengkelnya, sebentar lagi ia baru akan
membuka bengkel. “2 dari lagi datang lagi kesini ya neng.” Katanya. “Loh kan
cuma rantai pak, kok lama banget?”
“iya, banyak sepeda juga didalam belum sempet ta' pegang,
kemarin istri melahirkan jadi gak sempat pegang kerjaan.” Aku hanya ber-oh
panjang dan meninggalkan sepeda ku itu, padahal sepeda baru, tapi kenapa sudah
rusak saja. Tanyaku sedih.
“Hei. Sekarang mau kemana?”
“Pulang. Mau sepedahan, sepedanya kan rusak. Tuh.” Kataku
manyun sambil menunjuk ke arah sepedaku itu
“Sini bonceng sama gue. Ntar gue anterin pulang. Kayaknya
rumah lo deket rumah gue. Oh iya, nama gue Maron. Tadi belom sempet kenalin
nama.” Katanya seraya mengulurkan tangan.
“Shilaa.. double A dibelakangnya ya, jadi agak dipanjangin
kalo panggil nama gue.” Kataku meraih salaman tangannya.
“Sepeda gue gak ada jalu nya, jadi gak mungkin lo diri
dibelakang. Sini duduk di depan.”
“Ah gausah deh, jalan aja.”
“Yee.. takut gue macem-macemin apa? Yaudah gue jalan juga
aja deh.”
Maron pun menuntun sepedanya, menyamai langkahnya denganku. Padahal
baru saja berkenalan, tapi aku sudah merasa akrab dengannya.
To be continued………