Atika sudah semester 4 di tempat kuliahnya. Tapi sampai sekarang masih belum tahu "tujuan hidup"-nya apa. Akademis biasa saja, organisasipun demikian. Entahlah sedikit sekali orang yang ku kenal, yang baik di kedua bidang tersebut. Pasti unggul di salah satunya *nambah kenalan makanya*
Bukan dalam arti meninggalkan keseluruhan yang satu untuk mengunggulkan yang satu, tapi unggul yang satu dan biasa saja di satunya lagi.
Sebenarnya, Aku mau fokus kemana?
Teman-teman yang lain sudah seringkali submit abstrak ke berbagai perlombaan sampai ikut konverensi di luar negeri,Aku memperbaiki bahasa inggris saja masih enggan. Mana ada yang langsung bisa tanpa belajar?
Ada lagi yang ikut PKM dan lolos atau berwirausaha kecil-kecilan atau mengikuti karya tulis dan walaupun tidak juara, tapi seengaknya mereka mau mencoba. Semuanya itu DIMULAI. Dan Aku memulai saja enggan. Maunya apa? :(
Yang kedua adalah, umur. Ah, tahun ini sudah masuk ke-nol kedua dalam hidup. Dari buku yang pernah ku baca ada kutipan begini, "Setiap kamu memasuki nol baru dalam usiamu, itu berarti kamu memasuki fase baru dalam hidupmu."
Beberapa hari lagi Aku memasuki angka itu, 20, dua puluh tahun. Fase baru di mulai beberapa hari lagi. Angka yang sudah cukup seharusnya untuk seseorang mempunyai tujuan hidup. Tujuan hidup tanpa tanda kutip seperti yang di atas.
Tapi lagi-lagi dan lagi-lagi, Aku belum memiliki itu.
Aku kembali lagi bertanya ke diri sendiri, "sebenarnya Tik, apa yang kamu cari, sih?"
Jawaban yang selintas lewat di pikiran adalah "Aku cari aman."
Kembali lagi ke masa-masa awal kuliah, kenapa memilih UI dan lebih terkhusus mengapa memilih Teknik Lingkungan?
Bahkan Aku-pun tak punya jawaban yang meyakinkan kecuali, "karena Aku ingin membuktikan pada keluarga Bapak dan keluarga Ibu bahwa ada keturunan mereka yang bisa kuliah di tempat yang akreditasinya bagus. Menghapus stigma bahwa biasanya orang Betawi itu gak bisa sekolah tinggi. Paling lulus SMA lalu dinikahkan. Dan Aku belum ingin bekerja seperti keinginan ibu agar Aku SMK saja waktu dahulu menentukan SMA atau SMK."
Hanya itu, hanya menghindari bekerja dan ingin membuktikan pada orang-orang, 'ini ada loh anak yang kayak gue. Beda dari pandangan-pandangan orang pada umumnya'
Apa bedanya dengan pamer? :(
Bukan jawaban hebat semisal, "Aku kuliah di UI di jurusan Teknik Lingkungan karena Aku ingin memperbaiki Indonesia, tetapi ahli lingkungan masih sedikit di sini dan semoga dengan adanya Aku, Aku bisa menjadi salah satu dari penggerak perubahan lingkungan yang sedikit itu"
Ah bahkan dulu masuk Teknik Lingkungan pun karena jurusan ini yang tidak ada saingannya untuk SNMPTN undangan waktu SMA. Tapi semakin kesini Aku mulai menyukainya, Alhamdulillah :)
Yang ketiga tentang teman. Teman sebaya yang Aku maksudkan.
Kalau teman yang biasa Aku panggil Kakak, itu beda hitungan.
Teman bermainku banyak. Tapi ada berapakah orang yang benar-benar Aku percaya untuk Aku ceritakan semua baik buruk dan kisah hidupku padanya?
Ada satu, hampir.
Tapi masih ada sekat antara kita dan sekat itu memang tak bisa dihilangkan bahkan sekedar dipindahkan.
Ini pandangan di usia 19 tahun, mungkin beberapa tahun lagi akan berubah.
Entahlah, orang-orang berlalu lalang dalam kehidupan, comes and go~
Aku susah mendeskripsikan Aku ini siapa. Seperti apa dalam bergaul tapi yang Aku tahu adalah, dalam berhubungan dengan orang lain, aku tak mau membuat lawan bicaraku sakit hatinya. Dan jika Aku sudah merasa nyaman dengannya, Aku akan melakukan apapun untuknya, termasuk mengorbankan kepentinganku sendiri. Aku selalu menomorsatukan perasaanku di sana.
Tapi jeleknya, ketika Aku tak mendapat balasan yang sama dari yang bersangkutan, Aku menjadi sedih. Sepertinya Aku perlu belajar banyak tentang ketulusan.
"Kamu bisa memberi tanpa cinta, tapi kamu tak bisa mencintai tanpa memberi.", kutipan kalimat di novelnya Tere Liye.
Yang keempat, ini agak sensitif jadi tak akan Aku bahas secara rinci.
Tentang kedua orangtua.
Aku sedang berpikir, kedepannya banyak momen-momen yang selayaknya kedua orangtuaku hadir lengkap, semisal wisudaku (mesti tak menjadi keharusan, tapi aku berharap sekali keduanya hadir), dan hmm menjadi pendamping di pelaminan pernikahan nanti mungkin(?) hehe
yang kedua random sekali-_-
Bisakah mereka bersama dalam jangka waktu tertentu untuk satu dan banyak momen berharga dalam hidupku? Aku harap jawabannya iya.
Sebagai Anak yang baik, apa yang bisa Aku lakukan sekarang?
Bahkan hal mendasar seperti membagi kasih sayang dalam porsi yang adil saja Aku tak bisa.
Selalu Ibu, bagaimana Bapak?
PS : Tadi baru saja membantu disertasi seorang S3 di FEB UI. Diskusi kecil bersama beberapa mahasiswa lintas fakultas dan lintas angkatan di UI tentang bahan disertasinya. Ternyata, diskusi itu cukup mengasyikan.
Atika Widiastuti
ditulis seraya mengumpulkan semangat untuk mulai menghitung lagi
0 komentar:
Posting Komentar