#Day8 Share something you struggle with :
Berjuang, entah berjuang dengan dan untuk apa. Yang dia tahu, ia selalu harus meyakinkan diri akan hal itu, bahwa meski itu terjadi lagi, semua akan baik-baik saja. Karena nyatanya, kejadian itu pasti berulang, dan setiap kejadiannya, terlewati juga olehnya, meski memang tidak pernah mulus dan baik-baik saja.
Berjuang, entah ini disebut perjuangan atau bukan. Sesuatu yang sangat ingin Ia lepas dalam kehidupan, tetapi tidak bisa. Bukan terhalang suatu apa, tetapi memang tidak bisa. Yang satu ini, telah memberi penghidupan padanya, restunya harus selalu ia cari hingga hanya maut yang dapat memisahkan.
Dulu, pertama kali. Terlihat jelas saat dirinya berusia 1 SMP. Kejadian pertama, dari kejadian yang berulang itu. Bocah kelas 1 SMP, bukan romansa keluarga, atau juga romantisme cinta monyet yang dihadapinya, tetapi sesuatu yang bahkan dirinya sendiri tidak paham.
Ia ketakutan, bahkan sangat. Entah harus mengadu ke mana, berkeluh kesah ke siapa. Hanya bisa menangis. Tangisan anak kelas 1 SMP.
Waktu berlalu, si anak menjadi dewasa dengan sendirinya, ia mulai paham, ia mengerti apa yang terjadi. Kejadian kedua, kejadian ketiga, ia tak bisa hanya tinggal diam dan membiarkan kejadian ini berlalu dengan sendirinya, lantas berulang lagi di waktu yang entah ia tidak tahu kapan.
Ia berontak, menyalahi keadaan, seolah seluruh kehidupan tidak ada yang bisa mengertinya. Keluarga, lingkungan terdekatnya, nyatanya tidak bisa memberikan kenyamanan seperti yang ia selalu lihat di keluarga teman-temannya, tetapi baiknya, ia tidak terpengaruh pergaulan buruk. Ia yakin, pasti ada hikmah dari kejadian-kejadian ini.
Puncaknya saat menjelang UN SMA. Konsentrasinya pecah, tidak bisa fokus tentuk saja. Yap. kejadian ini berulang lagi. Ada satu yang akhirnya membuatnya tambah mengerti, surat dari dokter yang bertuliskan ; Schizophrenia.
Kata asing, yang coba ia cari tahu sendiri. Mulai saat itu, kehidupan tidak lagi sama. ia harus memposisikan bukan lagi dari sudut pandangnya saja. Berkecamuk memang, harus memutuskan harus memposisikan diri dimana, sebagai anak, sebagai teman, sebagai seseorang yang (mungkin) telah banyak tau tentang kata asing itu dibanding anggota keluarganya yang lain.
Oktober 2013. Keputusan berat yang terbaik telah diputuskan, membuatnya harus berbagi peran, menjadi anak ayahnya, juga menjadi anak ibunya, memang bukan lagi pasangan suami istri, tetapi tetap pasangan orangtua untuknya.
Hari ini, Januari 2016. Peringatan datang kepadanya. Untuk berhati-hati, kejadian keempat mungkin akan terulang lagi di waktu dekat.
Ia pasrah, kembali berdoa, mau takut rasanya sudah tak pantas ; ia harusnya lebih dewasa menghadapi itu. Mau mengutuk, mau marah rasanya juga tak pantas, ada seseorang yang seharusnya lebih berhak untuk melakukan itu; ibunya. Yang bisa ia lakukan hanyalah bersiap, melakukan lagi apa-apa yang telah ia lakukan di kejadian pertama, kejadian kedua, hingga kejadian ketiga yang membuat kejadian-kejadian itu berlalu. Meski memang tidak pernah berakhir baik-baik saja.
-----
Hari ke-10. Huhu diriku skip 2 hari menulis :(
Jadi, ceritanya kemarin abis dapet musibah; Kaki sebelah kiri terkilir, gara-gara ceroboh, pakai sepatu cuma asal masuk, lalu jalan berjinjit dengan sepatu itu, kemudian tanpa sadar, jalannya goyah, lalu terkilir, dan jatuh. Ya gitudeh, kejadiannya cepet banget rasanya tapi suara 'bretek' tulang-tulangnya serasa terdengar banget di telinga. (duh, beretek bahasa Indonesianya apa ya-_-). Jadi, selama 2 hari ini tiduran aja di rumah. Solatpun sambil duduk. Setiap mau wudhu diantar adik ke kamar mandi. Setelah kakinya diurut oleh 2 orang berbeda, hari ini udah agak bisa jalan, bahkan diriku diajak makan burger mekdi, hehe
Well. benar ya. Nikmat sehat baru terasa setelah sakit. Jadi merasa banget-banget kurang bersyukur selama ini. huhu
Atika Widi
10 Januari 2016
0 komentar:
Posting Komentar