sumber : mediaequalizer.com |
Jingga yang teduh.
Pada senja, ia menceritakan kisah hidupnya. Ia berkata, hanya senja lah tempat mengadunya.
Wanita itu duduk di depan teras rumah, setiap sore hari, menunggu matahari menenggelamkan diri, untuk berharap kisah sedihnya juga ikut tenggelam.
Suatu waktu pernah ia bercerita tentang ayahnya,
di waktu yang berlainan ia bercerita tentang ibunya,
tak lupa juga ia bercerita tentang adik perempuan satu-satunya.
Pada senja ia berkata ; Aku tak punya teman selain kamu. Aku tau kamu fana, Penciptamu yang abadi. Tapi Aku juga fana. Jadi bolehkah Aku bersamamu? mungkin memang Kau tak akan menjawab, tapi setidaknya aku punya tempat untuk pulang dan berbagi cerita.
Sore itu ia bercerita tentang sesuatu yang baru pernah senja mendengarnya,
tentang kunci, dan seseorang.
Tiap sore ia rajin mengunci pintu rumahnya, walau ia tau takkan pernah ada yang datang, jadi sebenarnya tak apa jika rumahnya terbuka tanpa dikunci.
Sampai suatu hari seseorang datang dengan sangat sopan, mengetuk pintu dan mengucap salam.
ia intip lewat jendela dan bergumam ; orang asing. mau apa?
Ragu-ragu ia buka kunci pintu rumahnya, mempersilakan orang asing itu masuk dan bercengkrama sebentar, tak pula ia sajikan teh hangat di sore itu.
Sore pertama, yang ia habiskan bukan bersama senja.
Namun senja tau. Senja mengintipnya lewat daun pintu, sambil tersipu.
Keesokannya, seseorang itu datang lagi, bercengkrama lagi. Kali ini, ia juga ikut bercerita pada senja. Tentang masa kecilnya, juga tentang dirinya. Pintu yang dulu selalu terkunci kini tak pernah dikunci lagi, selalu terbuka, sederhana tujuannya ; agar seseorang ini bisa mudah menemuinya kapanpun.
Hingga tepat di hari ketiga puluh, tak ada yang mengetuk pintu, tak ada yang mengucap salam, ia menunggu sampai larut, sampai bulan menggantikan matahari untuk menerangi bumi. Mungkin sedang ada urusan lain, pikirnya mencoba menemukan kemungkinan-kemungkinan yang menenangkan hati dan pikirannya sendiri.
Hari berikutnya masih tetap tidak ada kabar, senja pun mendengar keluhnya, kali ini mereka berdua saja. Senja ikut khawatir, senja kasian padanya.
Kemana?
Kenapa tak kembali?
Mulai saat itu, ditutup rapat kembali pintu rumahnya.
"Lain kali harus lebih hati-hati", batinnya memberitahu.
Pintu rumahnya, memang sudah dikunci rapat.
Tapi sayang ia lupa,
bahwa kunci pintu hatinya, sudah dibawa pergi..........................
0 komentar:
Posting Komentar