Hai,
Aku berkirim surat lagi, tapi kali ini biarlah berakhir di sini saja.
Sepi,
Ku biarkan malam menyelimutinya, hingga kata-kata yang kutuliskan, ikut terlelap juga, menjadi tak tahu sebenarnya ia ditujukan untuk siapa.
Semoga masih kamu,
seperti doaku ; semoga masih Aku, yang kamu sebut-sebut dalam do'amu.
Semoga masih kita.
Aku, ataupun kamu sebenarnya tahu,
semoga-semoga ini hanya akan menjadi kesia-siaan kata semata jika tidak ada realisasi tindakannya.
Namun bertindak sekarangpun, Aku belum siap.
Apalagi kamu.
Menjadikan frasa "kita" dan "sekarang" bersanding berdampingan hanyalah menambah masalah-masalah baru, kita sepakat.
Maka Aku memilih menjarak,
tapi,
ternyata malah memberikan ruang pada rindu,
yang sekarang sedang mekar-mekarnya karena dihujani kenangan, macam candu.
bagaimana caranya agar aku tak tersenyum ketika kenangan-kenangan itu menghujani pikiranku?
^^ Ana baca ini pun pas lagi hujan. Tapi, bukan hujan kenangan. Salam kenal Mba. Mampir juga di blogku ya
BalasHapus