Dari Senja kepada Langit...
Hai langit! Sore ini di Depok-mu turun hujan. Hujannya deras sekali. Saking derasnya, hingga membuat Kakak Matahari berteduh menunggunya reda, padahal saat ini, ia harus menjemput istri tercintanya.
Hai langit! Senja gagal memenuhi janji. Padahal kemarin, Senja bilang akan mempersiapkan diri untuk memberikan proyeksi terbaik dari keseluruhan warna yang mewarnai langit. Senja tak bisa membuat sore ini menjadi indah. Senja membiarkan awan menghitam, lantas membawa hujan. Maafkan Senja, ya...
Padahal kemarin, goresan-goresan jingga itu sudah tampak, meski masih guratan tipis. Senja gagal menyemangati diri, ia masih takut dengan awan kelam.
Kau tahu, langit? Sejak pagi hari, Senja mengurung diri. Bukan di rumahnya, karena ia takut, awan kelam datang kesana. Entah mengapa, rumahnya menjadi sebegitu menarik bagi awan kelam belakangan ini. Tiap malam, tidurnya tak tenang, takut-takut, kalau esok pagi, awan kelam itu datang lagi. Maka hari ini, Senja mengungsi, ke tempat yang menurutnya aman. Jadi maaf ya, hingga sore ini, sinarnya tak mewarnaimu. Tak membuat jingga terproyeksi padamu. Ia masih terlalu takut.
Sekarang pukul lima sore. Beberapa waktu lagi malam datang. Kembali seperti malam-malam sebelumnya, ketakutan dan penuh harap. Berharap awan kelam tak mendatanginya. Berharap esok pagi, disambut fajar dengan senyum yang menenangkan hati.
Senja tak mau pulang, Senja ingin tetap di tempat aman ini. "Ya Tuhan, andai saja bisa. Ingin rasanya tubuh ini hilang tak terlihat. Bebas berada di manapun, kapanpun. Tanpa takut bertemu awan kelam itu." Seandainya.....
17 Januari 2015
Atika Widiastuti
0 komentar:
Posting Komentar