Kamis, 20 Desember 2018

A JOBSEEKER : Cerita Akhir Tahun 2018

2018 hampir berakhir karena sekarang udah tanggal 20 Desember, tapi status gue masih gini-gini aja, single #eh bukan maksudnya masih jadi 'pengangguran' di mata orang-orang. 

Kenapa di mata orang-orang? karena sebenernya, di mata gue, gue sih enggak pengangguran, cuma emang pemasukannya enggak tentu dan terstruktur. Bulan ini di awal, bulan depan di akhir, bulan selanjutnya di tiap weekend. Ya gitu, hidup freelancer!!! Gue mah hepi-hepi aja gitu.

Tapi emang dasarnya Tika ini orangnya melankoli, jadi sangat amat memikirkan perkataan orang terhadapnya, jadi omongan-omongan orang sana-sini itu didengerin terus jadi kepikiran gitu. Alay memang.

Aku udah 2 kali ikut seleksi CPNS sebenernya, di 2017 dan 2018. 2017 lolos passing grade, tapi gak masuk kuota. Kuota cuma 3, jadi diambil 9, aku peringkat 21. *cry. 2018 coba lagi kan, boro-boro lolos passing grade, TKP-nya susah banget masyaAllah :") terus pas di pengumuman hasil, Aku peringkat 16 dan cuma diambil 5 teratas *crylagi.

Terus 2019 katanya CPNS buka lagi pendaftaran hehehehe... Emang anaknya cuma kepengen jadi PNS haha, enggak tertarik banget buat kerja di swasta atau di company-company-gitu. Tapi lagi-lagi, orang-orang mah kiranya aku ini enggak dipanggil-panggil interview kerja, padahal mah, daftar aja enggak pernah ya gimana mau dipanggil? hahahaha

Oleh sebab itu, maka, si Atika yang lulusan Agustus 2017 ini akhirnya membuat rapih CV-nya pada November 2018 dan mengikuti suatu JobFair yang digelar di GBK, atas ajakan seorang teman.

Gak ada persiapan ekstra sama sekali, cuma bermodal print CV 5 lembar dan membawa diri. Sampai sana, sembari menunggu temanku ini, aku melihat tiap-tiap orang ; pakaiannya rapi, kemeja gitu. Bawa map coklat, fotokopi-fotokopi berkas, KTP, transkip nilai, CV, surat lamaran, ijazah lengkap udah dibundel satu-satu. Ya ampun, langsung jiper lah. Malu ke diri sendiri. Tapi berhubung udah sampai di tempat yaa udah, masuk aja.

Ternyata, jobfair itu.....RAME! PARAH! SUMPAH! ini ironis sih sebenernya, ketika suatu acara jobfair banyak yang datang, itu karena dua hal ; acaranya memang bagus makanya jadi mengundang animo masyarakat, atau memang karena banyaknya pengangguran di negeri ini T.T *crycry

Besoknya, Aku datang lagi ke JobFair di Balairung UI, dan yaa.. meski tidak terlalu ramai, tetapi tetap sama aja sikonnya, bedanya yang ini, Atika udah lebih berani nanya-nanya di tiap booth aja.

Intinya di Jobfair adalah kamu bisa dapat kesempatan mendaftar lebih besar daripada orang-orang yang daftar dari rumah masing-masing (yang dalam artian gak datang ke jobfair), karena banyak booth-booth yang hadir, meminta kita untuk scan QR / do something yang cuma bisa dilakukan di booth itu (udah semakin jarang kayaknya sekarang drop CV) terus masuk ke laman perusahaan mereka. Nah. Aku iseng coba di rumah kan, nyoba akses si perusahaan itu, ternyata enggak bisa tanpa akses scan QR di booth acara.
nih contohnya, yang bisa daftar di link pendaftaran cuma yang ada foto selfie di booth BPJS

Jadi semakin canggih ya dunia ini.

Tamparan keras banget rasanya yang gue alami waktu ikutan jobfair adalah, saat di satu booth, booth RCTI-MNCTV gur inget banget. Ada seorang jobseeker juga kayak gue, dan dia tuna wicara, menanyakan ke penjaga booth, yang kurang lebih artinya, "Mas, ada lowongan untuk orang yang tuna wicara?" dengan senyum, mas penjaga menjawab, "oh, enggak ada.", lalu ia bilang terimakasih dan berpindah ke booth lainnya.

Duh. Aku ngerasa malu. Malu banget. Dikasih fisik yang sempurna gini, tapi masih enggak semangat banget buat cari kerja.

Maka setelah dari dua jobfair itu, aku bergegas buka internet dan buat akun di indeed, Jobs.id, jobslike, dan jobsjobs lainnya, upload CV dan berkas-berkas yang diperlukan.

Lamar di beberapa perusahaan, kirim email dan sebagainya, Ah! ternyata gini rasanya? Nunggu-nunggu notifikasi atau email direspon hahaha. Ini loh yang teman-temanku jalani setahun kebelakang dan aku baru memulainya sekarang. Duh. Tika.

Bertepatan juga saat ini lagi urus-urus perihal pembebasan jalan tol (gusuran) yang keluargaku adalah salah satu yang rumahnya kena gusur itu. Aku sama sepupu yang mondar mandir bantu urus, urus ini urus itu, di internal keluarga sendiri (karena masih keluarga besar, jadi ibu dan seluruh adik kakaknya), urus di eksternal, ke RT, RW sampe kecamatan.
Keluargaku kan orang 'dulu' semua gitu, yang gak paham birokrasi gini, bingung sendiri. 

Tapi lebih banyak capeknya sepupu ku ini sih, aku baru ikutan sibuk-sibuk di sekarang-sekarang aja. Terus kemarin, waktu hampir menjelang selesai, ibu berkata, "Ini gimana kalo engga ada tika ya, enggak keurus kali. Untung tika belom kerja ya."

WKWKWKWKWK TIKA BELUM KERJA DIBILANG UNTUNG LOH AMA EMAK :"

Iyasih, karena kalau gue udah kerja pasti enggak bisa kan tiap hari mondar-mandir ngerjain ini. Sampe meriang, pusing kepala. Semua maunya didahuluin, semua maunya diurusin yang pertama, kesel sebel gitu gak sih rasanya. Kayak...INI UDAH GUE URUSIN JUGA LU PADA TINGGAL SABAR AJA NUNGGU KABAR wkwk *gakselow Tapi aku enggak marah-marah kok, senyum terus aku mah.

Dan...
Terlepas dari itu, Aku masih bersyukur. Masih ada keahlian yang bisa dimanfaatkan, di waktu menungu-menunggu panggilan kerja ini. Jadi enggak diam aja di rumah, meski kadang pundung juga, orang-orang mungkin lihatnya aku se-jobless itu kaliya sampai apa-apa pakai tanda perintah 'sekarang' WHOY! AH!

Dan yaa....
di akhir tulisan ini, intinya adalah TETAP SEMANGAT! Temanku cerita dia daftar di Nestle Agustus 2017 dan baru dapet panggilan September 2018, sampe dia-pun lupa kalau pernah daftar di Nestle. Garis waktu kehidupan setiap orang berbeda. Mungkin waktumu berbeda dari temanmu, tapi itu bukan masalah. Tepat waktu dan di waktu yang tepat. Rezeki dari Allah enggak bakal tertukar, asal kamu juga mau untuk terus mengusahakannya. Bukan begitu? :p

Depok, 20 Desember 2018
Atika Widiastuti

Rabu, 19 Desember 2018

Review 2018 : INAN SALON RAGUNAN for the very first time!

Tulisan ini dibuat dalam rangka membantu ciwi-ciwi kayak gue, yang sama sekali belum pernah ke salon sebelumnya dan mencari referensi melalui internet saja.

Sebelum akhirnya memutuskan untuk coba nyalon di INAN, gue juga searching-searching kan di internet, salon mana yang harganya terjangkau tapi pelayanannya ramah dan worth to try gitu. Setelah mencari-cari, sebagian besar yang didapat hanyalah cerita-cerita review jelek dari salon-salon tersebut, membuat gue (yang baru akan pertama kalinya ke salon) mikir, apa iya enggak ada yang bagus?

Lalu tepat saat itu juga, barengan sama gue lagi beli sebuah speaker bluetooth via shopee yang apesnya, gak bisa nyala, sementara temen gue, yang belinya bareng, itu bisa nyala. Hahaha langsung gue bikin postingan medsos, IG Story lebih tepatnya tentang hal itu. Dan gue menyadari perihal salon tadi :

Orang-orang bukannya gak mau cerita tentang pengalaman bagus, tapi emang dasarnya lebih tergerak untuk menceritakan pengalaman buruk kepada yang lain karena merasa dirinya sebagai korban.

Paham gak disini korelasinya? Iya, gue jadi berpikiran. Jangan-jangan bukan karena enggak ada review bagus, tapi review bagus, dalam hal apapun, yaa udah, itu memang service seharusnya yang diberikan penjual/penyedia jasa, tapi ketika mendapatkan pengalaman buruk, wah... maka harus segera di share biar yang lain lebih aware, atau minimal tau ceritanya.

Maka yaudah, sampai disitu gue berhenti searching internet dan cari salon terdekat aja. Terpilihlah INAN SALON yang ada di Ragunan (google for address, gampang ditemuin kok lokasinya di pinggir jalan).

Sebuah prolog yang panjang untuk mencapai ke inti tulisan hahaha semoga tulisan ini membantu, yaaa...

Akhirnya Sabtu kemarin (15 Desember 2018) gue pergi kesana, bareng temen, Nisa namanya. Berbekal list daftar treatment di INAN yang kita temuin di salah satu tulisan blog seseorang.

Sampai disana pukul 14.00 WIB lalu masuk menuju ke kasir. Di depan pintu ada tulisan kalau LAKI-LAKI DI DILARANG MASUK. Jadi se-aman itu sih menurut aku. Kasir INAN lumayan ramah, dalam artian mau menjawab pertanyaan-pertanyaan kita. Meski masih belum termasuk ramah kalau dalam konteks penyedia jasa. Tapi yaudah, yang penting gak dijutekin aja gue mah, haha suka baper.

Gue dan Nisa memilih paket yang sama, yang merupakan rekomendasi sang kasir karena katanya itu paling hits di INAN, LIGHT GLOW SPA, 145ribu, untuk treatment selama 90-120 menit. Yaudah gue coba itu, sama Facial La Tulip + masker 70ribu. Totalku menghabiskan 215ribu. Bisa nambah bleaching, nambah madu, tambah masker, tapi gue itu aja dulu deh, namanya baru nyoba. Nanti lain waktu baru kita meng-eksplor lainnya hehe

Setelah pilih paket dan bayar, kita nunggu antrian, sekitar 15-20 menit nunggu lalu dipanggil untuk masuk ruangan treatment. Gue gak moto-moto ruangan sana karena emang gak niat moto-moto, pure ingin menikmati treatment aja.

Pertama, ganti pakaian dengan kemben yang disediakan dan disuruh untuk basahi badan supaya lembab, terus gue masuk ke sebuah ruangan sauna (paket yang gue pilih itu termasuk sauna soalnya). Untuk pertama kalinya masuk ruang sauna yang ternyata panas, tapi enak, tapi makin panas, gimana ya rasanya gue juga bingung jelasinnya. Selama ini kan gue liat sauna cuma di drama-drama atau varietyshow korea aja haha. Yang saat itu kebayang adalah ; Ya Allah, Neraka sepanas apa kalau di ruangan kayak gini aja aku udah kepanasan T.T

Sepuluh menit di dalam situ, lalu mbak PJ gue, Mbak Ade namanya nyamperin dan bimbing gue ke suatu ruangan untuk di treatment. Ini point plus-nya menurut gue, ruangannya terpisah antar customer, bukan cuma disekat aja, tapi bener-bener per-ruangan dan diberi AC. Setelah itu gue tau kenapa dipisah, karena ternyata, kita disuruh lepas seluruh pakaian, like literally seluruh, semua. Hahaha udahlah gue aja malu ngetiknya ini. Tapi mbaknya selow aja, udah biasa kali ya, secara tiap hari emang kerjanya disitu.

Pertama dipijet pakai lotion ke seluruh badan, depan belakang, dimulai dari kaki, dan pijetannya enak banget sumpeeeh. Kalah pijet refleksi. Gue kepengen tidur rasanya karena enak haha, tapi mbaknya ngajak ngobrol, yaudah kita ngobrol-ngobrol sekadarnya aja, tinggal dimana, kegiatannya apa, ya gitu-gitu.

Terus abis itu dipakein scrub, juga ke  seluruh badan, juga depan belakang, lalu tunggu 10 menit sampe kering, terus sama mbaknya digosok gitu scrub (+dakinya) haha gue ngerasa enggak enak, pasti kotor banget itu scrub bekas gue hehe

Setelah itu disuruh berdiri dan diolesi (bener-bener diolesi karena pake-nya kuas untuk ngecat tembok) seluruh badan gue, depan belakang, pake apa gue enggaktau, kaya cat putih, mungkin sejenis lotion / scrub juga ya, maafkan daku yang tidak hafal nama-nama beauty product. Tunggu lagi 10 menit abis itu disuruh mandi. Rasanya badan gue enak banget gitu, pegel-pegelnya ilang. Jadi ringan rasanya. harga paket 145ribu worth it rasanya.

Setelah itu menuju ruangan facial yang ada di lantai atas, mbaknya yang urusin facial beda lagi. Bedanya ruang facial sama yang tadi, kalau ruangan ini gak dipisah, disekatpun tidak, jadi di satu ruangan ada 4 ranjang gitu. Tapi ya wajar, kan cuma facial muka aja, bukan sesuatu yang privacy sampai harus dipisah.

Di paket facial yang gue pilih itu, termasuk untuk rapihin alis, tapi gue enggak mau, gue bilang gak usah dirapihin alis dan mbaknya paham. Yang penting komunikasi aja sih. Gue tenang-tenang aja rebahan selama facial sampe kepada saat mbaknya ngeluarin komedo dari jidat, dari bawah mata, sekitar mulut, lalu hidung. Sumpah itu sakit bangeeet, terus mbaknya enggak ada omongan semisal, "ini mau diangkat komedo, agak sakit, ditahan ya..." atau apa gitu yang sejenisnya jadi kan gue bisa nyiapin diri T.T tau-tau aja celekit-celekit, sampe nangis itu gue, apalagi pas ngeluarin komedo di hidung, enggak tau itu pake alat apa, serasa diiris tapi enggak berdarah haha T.T

Setelah itu di-masker dan nunggu kering kurang lebih 15 menitan lah. Abis itu dibilas muka gue sama mbaknya, pake es batu gitu jadi dingin-dingin enak, sebelum-sebelumnya pakai air hangat terus soalnya selama facial. Terus mbaknya bilang, "udah selesai."

LAH? salah sih emang gue, masa dalam hati ngebandingin sama perawatan tubuh tadi yang sampe 2 jam-an haha, inikan cuma muka, ya wajar cepat. Tapi gue enggak nyangka se-cepat itu aja sih hehe. 

Selesai itu gue ngaca, dan untungnya gue ngaca. Itu sisa masker bersihinnya enggak bersih banget ternyata, di lubang hidung, di deket mulut masih ada sisa-sisa, akhirnya gue cuci muka lagi sendiri. 70ribu padahal, kok begini amat haha

Mulai masuk ruangan treatment pukul 14.20-an dan selesai semua pukul 17.20-an. Kurang lebih 3 jam di INAN, setelah itu gue dan Nisa ke Transmart Cilandak, makan di KFC dan terus foto-foto disana.

-------------------------------------------
Sekian review 2018 gue tentang INAN SALON, kesimpulannya : gue bakal kesana lagi untuk perawatan badan aja (dan mungkin sesekali nyobain perawatan rambut), tapi facialnya udah cukup sekali, gue kerjain di rumah aja sendiri hehe

Oh iya, kalau ada rezeki lebih, jangan lupa kasih uang tips ke mbak PJ yang treatment kita. Enggak juga enggakpapa sih sebenernya, cuma bentuk ucapan terimakasih aja. :)

Sekian, selamat mencoba!
Semoga bermanfaat :)

Rabu, 19 September 2018

Forever Crush (Dua Setengah Tahun yang Lalu)

FOREVER CRUSH
Entah sejak kapan, awal mulanya aku sebegitu naksirnya sama orang ini. Sampai pada suatu hari setelah kurang lebih dua setengah tahun berlalu, saat sedang berkumpul dengan teman-teman dan memasuki sesi curhat masalah percintaan / lawan jenis / menikah, aku terus saja mendengarkan cerita teman-temanku, "kok pada ada aja sih cerita tentang itu, gue masa gak ada.", kataku. Temanku menjawab, "itu cerita tentang si anu, forever crush lu. Gak ada?"
Aku tertawa terbahak-bahak. 

Hahahaha forever crush katanya.
Seketika memori-memori dua setengah tahun lalu itu terputar otomatis di benakku. Aku terbahak lagi. Tapi jujur aku paham kenapa temanku itu menamai "dia" dengan sebutan forever crush.

Dia, si baik hati yang murah senyum itu, memang berbeda.
Di saat yang lain sibuk dengan gambaran besar, dia pun melakukan itu, sembari memperhatikan detail, gambaran-gambaran kecil, meski sepele.

Misal saja, saat kerja berkelompok kami, ada yang tidak beres, alih-alih menyalahkan keadaan, dia malah bertanya kepada perorang dari kami, "kenapa? ada apa? kok bisa begitu? mau cerita?" Siapa yang tak jatuh jika diperhatikan begitu.

Sudah ku bilang, dia berbeda.

Waktu itu, setiap hal tentangnya pasti jadi tulisan baru di blog-ku ini, maka jangan heran, jika kamu membaca postingan lama-ku di sekitaran dua setengah tahun lalu, isinya prosa romansa (alay dan jijik) semua. haha

Lihat senja yang indah, ingat dia.
Lihat bus, ingat dia.
Lihat KFC, ingat dia.
Waktu hujan, ingat dia.
Ada pelangi, wah apalagi.

Aku bisa serame itu kalau sama yang lain, tapi jika ada dia, entah rasanya lebih banyak diamnya. Jaga image, mungkin? Lucunya, aku menjadikan diriku orang lain demi bisa diterima dia gitu. Huft.

Waktu dua setengah tahun lalu, cita-cita jangka pendekku adalah memberikannya sesuatu di setiap momen spesialnya, apapun itu, tapi yang pasti buatan tanganku sendiri. Cita-cita jangka panjangnya, kamu tahu lah, gak usah disebutin, apalagi kalau bukan menikah sama dia? hehehehe disebut juga, kan.

Tipe persona yang melankoli romantis, jika menemukan seseorang (laki-laki maupun perempuan) yang bisa membuatnya sayang, dia akan melakukan apapun untuk orang itu.

Tapi memang benar ya, waktu itu penyembuh segala sesuatu.
Mungkin kalau temanku yang kuceritakan diatas itu tidak menyebut forever crush di obrolan kami, Aku mungkin tidak akan ingat jika dua setengah tahun lalu, aku membiarkan diriku jatuh terus-terusan, pada satu orang itu. Haha

Lagi-lagi hanya masalah waktu,
Dulu Aku berpikir, apa bisa ya kalau suatu saat ternyata jodohku bukan dia?
Apa bisa ya suatu hari nanti Aku gak sedih kalau dengar kabar dia berjodoh dengan orang lain?
Tapi lihat sekarang, Aku malah sangat lancar menulis tulisan ini hahahaha

Sepulang dari kumpulku dengan teman-teman, aku memasang sebuah status di medsos, dan kamu tahu?
Dia me-reply itu.

Ya Allah, cobaan apa ini haha.
Dan benar, memori-memori dua setengah tahun lalu dengannya, terputar lagi,
Bagai kaset yang sudah ada tracklist-nya, dimulai dengan intro, lagu pertama, lagu kedua dan seterusnya, terputar bergantian.

Tapi Aku yang sekarang, sudah pasti lebih mengerti daripada yang dulu. Mungkin di dua setengah tahun lalu, aku senang dan sulit rasanya memulai obrolan dan mempertahankannya.

Maka sekarang, aku balas sewajarnya, jika ia tak merespon lagi tidak masalah, aku tak perlu sulit-sulit mencari bahan obrolan.

Karena rasa yang dulu itu, sudah berbeda sekarang. Menjadi sewajarnya, terbiaskan waktu. *cailah

Ps. Ini fiktif apa berdasarkan cerita nyata ya :p

Rabu, 29 Agustus 2018

BROMO MALANG BATU - Sebuah Cerita Perjalanan

Hai!
Aku memutuskan untuk posting tentang ini agar membantu teman-teman yang mau vakansi ke destinasi serupa, juga untuk mengabadikan perjalanan kali ini ke dalam bentuk tulisan, agar terekam terus. Di akhir tulisan nanti akan ada uraian bugdet selama perjalanan, jadi untuk teman-teman yang ingin pergi ke sana bisa memperkirakan keuangan, ya. Ini trip ekonomis bin irit budget, memanfaatkan yang bisa dimanfaatkan.

Perjalanan dimulai pada tanggal 10 Agustus 2018. hari Jum'at. Tiket keberangkatan adalah pukul 15.10 WIB sore hari dari St. Pasar Senen, sehingga setelah dikalkulasi, Aku harus berangkat setidaknya setelah Zuhur dari Depok. Adikku, yang paginya sekolah, langsung ku buru-buru untuk bergegas setelah ia pulang sekolah. Takut tertinggal kereta masalahnya, ia pundung, tapi tetap ikut terburu-buru juga.

Dari Jakarta kami pergi berlima, Aku, Adikku, Nisa, Adiknya Nisa (Arinda) dan Ibunya Nisa. Ibunya Nisa berhenti di beberapa stasiun sebelumnya untuk mudik ke Nganjuk. Jadi perjalanan sampai stasiun Malang hanya dilanjutkan oleh kami ber-empat.

10 Agustus 2018
Hari pertama, 16 jam dilalui dengan berkegiatan di kereta, makan, tidur, main, ngobrol, bersih-bersih, ibadah dll sampai esok paginya.

11 Agustus 2018
Di Stasiun Malang sudah menunggu kami, ada Fajar, sepupunya Nisa dan Arinda juga Joko, kenalanannya Nisa yang bisa dibilang jadi tour guide perjalanan ini. Joko ramah, baru pertama kali ketemu langsung menunjukkan aura akrab gitu. Fajar lebih banyak diam, belakangan aku tahu karena Fajar besar dan tinggal di Jawa, ia mengerti bahasa Indonesia yang kami ucapkan tapi bingung untuk meresponnya, makanya ia lebih banyak diam.
Mungkin rasanya seperti saat ada bule atau english speaker yang lagi berbicara, kita paham maksud dia, tapi kita sendiri bingung untuk merespon, bingung kosakata, grammar, dll-nya. Gitu.

Joko langsung mencari mobil sewa-an kami di sekitaran stasiun, kami mengikutinya. Oh iya, ini penting. Saat persiapan sebelum berangkat, dipastikan dulu selama di sana  akan menggunakan transportasi apa. Angkutan umum sih ada, ojek online juga kabarnya sudah masuk Malang. Tapi agar lebih mudah menjelajah Malang-Batu, kami menyewa sebuah mobil. 350 ribu untuk 12 jam, muat sampai 7 penumpang, harga itu adalah untuk mobil dan supir, belum termasuk bensin. Pilihan sewa mobilnya ada banyak di internet, kamipun menemukannya dari sana, dan cari yang termurah; 350 ribu.

Setelahnya, Joko mengajak kami makan di sekitaran stasiun Malang, makan rawon, untuk pertama kalinya untukku, jelas. Makan pagi kali ini ditraktir Nisa, baik banget emang dia tuh. Tau gitu, nambah ya :p

Lalu kami beranjak ke Taman Tugu, disana berfoto-foto sebentar lalu pergi lagi. Taman Tugu indah kalau malam hari, karena lampu bunga-bunga nya menyala. Aku hanya sempat melintas ketika malam, melihat dari dalam mobil. Joko juga sempat bercerita bahwa di bawah Taman Tugu, dulunya ada lorong yang menghubungkan beberapa tempat di Malang. Tapi entahlah... jadi legenda.
Atika dan Frida, kesilau-an
Fajar, Nisa, Frida, Arinda, Joko
kalau malam, bunga lampunya menyala


TAMAN SELECTA
Waktu sebelum berangkat, aku beberapa kali sempat searching di internet, destinasi apa yang harus dikunjungi ketika di Malang, munculah "Taman Selecta", sebuah taman yang terletak di Kota Batu, tiket masuknya lumayan mahal, di web saat itu 25 ribu per-orang, tapi karena melihat foto-foto tempatnya yang bagus, maka saat disana kami memasukkan Taman Selecta sebagai salah satu tempat destinasi. Perjalanan lumayan jauh, satu jam lebih mungkin. Tapi jalanannya gak macet sama sekali, padat lancar. Cuacanya adem, hawanya sejuk. Ah betah!

Sampai disana, ternyata harga tiketnya 35 ribu per-orang. Waw mahal juga. Tapi ya gapapalah, udah terlajur sampai di sini. Akhirnya kami masuk, dan ya.... agak sedikit melenceng dari ekspektasi kami saat melihat foto-foto di internet. Taman ini lebih kecil dari Taman Bunga Nusantara, tapi di dalamnya cukup lengkap, ada berbagai macam wahana, yang tiketnya harus beli lagi terpisah dari tiket masuk. Mungkin untuk warga sekitaran Batu Malang tempat ini worth it banget untuk dikujungi karena di dalam taman ini juga ada kolom renangnya. Jadi bisa setelah puas berenang, lalu foto-foto di taman, dan satu dua kali naik wahana permainan di sana. Tapi untuk pelancong seperti kami, tidak ada yang bisa dilakukan selain foto-foto dengan backgound bunga -dan naik wahana jika memang ada budget-nya.




Serasa tak ingin sekali meyia-nyiakan tiket 35 ribu tersebut, maka aku, memuaskan diri dengan memotret apapun yang bisa dipotret! Ini beberapa hasilnya, lumayan.. bisa dijadiin wallpaper laptop dan Hp, hehehe





Setelah 'puas' berkeliling taman dan foto-foto. Akhirnya kami melanjutkan perjalanan ke Coban Talun, OYOT. Coban itu berarti Curug dalam bahasa Jawa. Medan ke Coba Talun lumayan bikin capek sih. Naik-turun, jalurnya tanah, halus, berdebu, dan belum ada pijakan untuk kakinya. Tapi sampai sana, cukup puas untuk sekedar merendam kaki dalam air. Padahal biasanya Aku akan langsung 'nyebur' main air kalau itu curug di daerah Jawa Barat, ada pakaian ganti dan memang itu tujuannya, kan. Tapi di Coban Talun ini ku tahan..... cukup merendam kaki dan berfoto-foto saja. Foto pakai HP karena mau irit batere kamera, hehe.





Selesai main air di Coban Talun, kami melanjutkan perjalanan ke Alun-Alun Kota Batu. Ah, Alun-alun seperti ini, yang kenapa tidak ada di kota Depok T.T rasanya seru, duduk-duduk mengobrol di bangku taman, sembari makan jajanan gerobak, yang banyak macam dan harganya murah. Menghabiskan sore. Beli susu dan sempol, sesederhana itu.




Puas duduk-duduk disana, dan untuk mengejar waktu juga, karena jam 7 malam, mobil sewa-an harus kembali ke asalnya, ternyata dihitungnya dari jam 7 pagi ya, padahal kami mulai pakai jam 10. Perjalanan kembali ke Malang lumayan padat, enggak macet. Di perjalanan kami mampir dulu ke tempat oleh-oleh, Lancar Jaya namanya, sepertinya sangat terkenal di Malang. Kami membeli makanan khas Malang, kripik tempe, juga makanan oleh-oleh lainnya. Belanja di sini, jika di atas 75 ribu akan diberikan kardus tenteng, jadi gak ribet dan repot bawa belanjaannya.

Curhat sedikit, sampe sekarang masih nyesel kenapa cuma beli enam bungkus kripik tempe, karena rasanya enak banget :( pas cek di shopee ada yang jual tapi satuannya harga 9.000. Padahal aslinya 6.500, dan 1 kg cuma muat 5 plastik. Kayak sayang diongkir dan selisih harganya gak sih, hehehe... Oh iya, entah ini mbaknya lupa masukin atau kardusnya gak muat, pas dicek di rumah, sari buah yang adalah salah satu oleh-oleh yang kubeli gak masuk kardus ternyata. Hmmm....

Mampir ke sebuah masjid di daerah perumahan dalam, kami solat dan bersih-bersih diri. Selesai itu lanjut menuju Alun-Alun Kota Malang. Lagi-lagi, kenapa tidak ada tempat seperti ini di Depok T.T ditempat itu kami berpisah dengan pak supir dan mobil sewa-an kami.


Untuk menuju Bromo, kami akan dijemput pukul 12 malam. Saat itu masih pukul 7 malam, lalu sekarang kita akan kemana? Beruntung Fajar ingat bahwa ia punya sodara (yang berarti adalah saudara Nisa dan Arinda juga) di sekitaran alun-alun Malang. Maka kami memesan grabcar menuju kesana.

Kami di rumah Saudaranya Fajar sampai pukul 23.30 malam kemudian dijemput mobil dari travel agent tempat kami mendaftar trip.  Di sini bergabung Malfin, teman kuliahnya Joko.

12 AGUSTUS 2018
Sampai di basecamp sekitar pukul 01.00 pagi, menunggu jeep sebentar lalu berangkat. Niat awal di dalam jeep ingin tidur, tapi ternyata 'jeep' dan 'tidur' tidak bisa berjalan beriringan, sepanjang jalan berlubang-lubang, goyang kanan goyang kiri, saling kepentok kepala dll, akhirnya aku memutuskan untuk menikmati saja perjalanannya. Salut banget sama bapak driver-nya, hebat banget bisa aman bawa jeep di jalan begitu.

Travel agent kami ini namanya Wisata Ngalam, @wisatangalam username-nya di IG, untuk trip Bromo ini, satu orang kami membayar 250 ribu. Sudah termasuk mobil untuk penjemputan di manapun selama masih di daerah Malang (kami dijemput di tempat saudaranya Fajar), mobil jeep dari basecamp travel menuju ke Bromo, juga diantar kembali untuk pulangnya ke lokasi penjemputan awal. Cukup murah dan terjangkau sih menurutku.

Sampai Bukit Kingkong pukul 03.00 pagi, suhu di sana jangan tanya deh, dingiiiiiiiiiin banget. 4 derajat! Pakai jaket dan sarung tangan pun rasanya gak ngaruh. Sampai sana di jam 3 pagi sudah ramai, turis lokal juga bule dari berbagai negara kumpul jadi satu. Padahal sunrise juga baru muncul pukul 05.00-an lewat, kan. 2 jam menunggu, kami berjibaku dengan dingin sembari mencari spot yang kira-kira bagus untuk difoto ketika nanti sunrise nya sudah muncul. Ah ternyata dimanapun sama rame-nya.

Tapi satu yang pasti adalah, bintang-bintang di sana, sedekat itu. Berasa kayak lagi ada di Planetarium, tapi bedanya, yang ini bintangnya asli, nyata, di depan mata. Untuk sesaat dingin tak terasa, yang ada adalah rasa syukur, karena mataku, bisa sebegitu hebatnya menangkap gambaran ini. MasyaAllah! gak bisa difoto pakai kamera yang kubawa, apalagi pakai HP. Tapi mataku, ia jelas merekam semuanya.

Dan sepertinya untuk sesaat, aku sempat tertidur, di waktu kedinginan itu, saat teman-teman yang lain antri untuk wudhu dan buang air kecil. Karena antrian cukup panjang dan kamar mandi hanya dua.

Sedikit dokumentasi suasana Bromo dari Bukit Kingkong :
gak ada spot yang kosong

Frida si hidung minimalis

Ini bromo udah agak pagi, file asli belum diedit, bagus ya...

Frida ber-background bromo

Atika (udah enggak) kedinginan

Udah mirip poster-poster buat quotes motivasi belum?
Akur sekali adik kakak ini
Pukul 06.00 pagi kami turun dari Bukit Kingkong, dan ternyata bapak supirnya menunggu sejak kami naik pukul 03.00 tadi. Kami langsung diajak berkeliling Taman Nasional Bromo ; Bukit Savana Telletubies, Pasir Berbisik, Kawah Bromo, satu lagi aku lupa namanya. Cukup lama kami berfoto dengan jeep ber-background Gunung Bromo, karena tidak ingin menyia-nyiakan momen. Cukup banyak sampai sempat satu persatu naik ke atas jeep untuk difoto bergantian.







Lanjut ke kawah Bromo, disana lagi-lagi kami hanya berfoto saja, karena dari kejauhan sudah terlihat antrian manusia di tangga menuju kawah, berjejer seperti semut, maka kami urungkan untuk ikut serta ke dalam kerumunan itu.





Lanjut ke Pasir Berbisik, di sana cuma sebentar karena mengejar waktu kepulangan, juga karena bau pasirnya menyengat sekali, jadi gak kuat lama-lama, bau belerang mungkin, ya..
Disana kami hanya mengambil foto bersama, melompat, mandatory photo kalau trip rame-rame. Pakai timer.

timer adalah penyelamat
Kami tidak diberi waktu batasan, hanya saja kami membatasi diri sendiri, agar tak tertinggal kereta pulang. Meski kereta menuju Jakarta-ku berangkat pukul 17.50 sore, tapi kami sepakat mengakhiri sesi keliling Taman Bromo ini pada pukul 10.00 karena kereta Nisa, Arinda dan Fajar berangkat pukul 14.50 sore. Hanya aku dan adikku yang pulang ke Jakarta sedangkan Nisa dkk menuju ke Nganjuk untuk mudik.

Di bukit Telletubies saat itu sedang gersang, disaat yang sama, Aku dan Nisa singgah di sana hanya untuk buang air kecil. Setelah selesai dengan urusan kami dan kembali ke rombongan ternyata teman-teman yang lain sedang makan bakso dan sudah selesai. Bisa dibayangkan seberapa lama kami mengantri toilet?



Pukul 10 pagi kami selesai berkeliling, kembali naik jeep, jam 1 siang sampai di basecamp, kemudian diantar lagi menuju rumah saudaranya Fajar, sampai di sana pukul 2 siang. Beres-beres barang juga bersih-bersih, kami diberikan makan siang pula. Baik sekali.

Pesan Grabcar untuk menuju stasiun kereta Malang, begitu sampai, Nisa dkk langsung masuk karena kereta lokalnya sudah tersedia, sedangkan aku dan adikku baru bisa masuk pukul 4 sore. Jadilah kami, 2 jam menunggu di luar. Karena bosan akhirnya kami berjalan-jalan sebentar, ke sebuah taman di depan stasiun kereta Malang, Taman Trunojoyo, sambil makan sempol (lagi).


Pukul 16.30-an, Aku kembali ke stasiun Malang dan masuk ke gerbong, akhirnya. Beli beberapa cemilan dan makanan berat dulu sebelum masuk kereta. Ajaibnya, atau mungkin naluri kakak ya, saat itu yang terpenting adalah adikku bisa ada makanan, urusan aku gimana itu gampang. Tapi Alhamdulillah, Allah Maha Baik, kami bisa beli dua porsi makan dengan uang yang tersisa saat itu, enggak usah tanya uangnya berapa, karena sampai Stasiun Senen yang pertama kali kucari adalah ATM! Haha

Di kereta, 16 jam berkegiatan di dalam, berdua. Berasa dewasanya gitu, pergi jauh jagain adek hahaha

13 AGUSTUS 2018
Kereta sampai di Jakarta pukul 10.00 pagi, lalu Aku langsung mencari ATM untuk ambil uang dan beli makanan. Selesai makan kira-kira pukul 11.00 baru kami masuk ke gerbong KRL, cukup lama perjalanan KRL dari St. Ps. Senen- St. Depok, sekitar 2 jam. Sampai rumah sekitar pukul 2 siang, lalu langsung bersih-bersih, maklum selama trip kan gak bersih-bersih diri dengan proper :p

Dan berikut adalah list pengeluaran selama 4 hari 3 malam trip ke Bromo Malang-Batu :
- Ojek Online PP Rumah-St. Depok
   Rp.     22.000
- Open trip Bromo
   Rp.  250.000*
- Tiket Kereta Matarmaja PP
   Rp.  218.000*
- Tiket KRL PP St. Depok-Ps. Senen
   Rp.     14.000
- Oleh-oleh 
   Rp.  163.000
- Tiket masuk Taman Selecta
   Rp.    35.000
- Patungan bensin dan sewa mobil
   Rp.    70.000*
- Tiket Coban Talun, OYOT
   Rp.    10.000
- Makanan dan cemilan selama trip
   Rp. 333.000
- Toilet dan kebersihan
   Rp.    10.000
- Patungan Grabcar selama trip
   Rp.    15.000

Karena aku mengajak adik, maka seluruh pengeluaran di atas dikali dua, kecuali untuk oleh-oleh dan makanan. Yang aku beri tanda bintang adalah pengeluaran inti untuk trip ini, sedangkan yang lain itu menyesuaikan keinginan masing-masing aja. Bagaimana? untuk ukuran 4 hari 3 malam, tanpa penginapan (karena kita tidur di kereta), cukup ekonomis, kan?

Sekian cerita perjalanan yang panjang dan banyak fotonya ini.

Terimakasih Tim Bromo terkhusus Frida, adikku yang setelah lihat rincian biaya, gamau ikut lagi jalan-jalan (katanya :p), Joko sang tour guide, Nisa yang ngajakin ikut trip, Arinda dan Fajar, yang bikin rombongan ini tambah rame, juga Malfin sang fotografer, yang membuatkan video perjalanan yang saaaangat apik (Ada di postingan instagram profilku @atika_widi, tapi kepotong durasi, atau bisa dilihat di IGTV nya Malfin untuk versi lengkapnya, @malfin.nugraha).

Terimakasih sekali lagi, Terimakasih.

Semoga tulisan ini bermanfaat untuk yang ingin melakukan trip serupa.
Sampai jumpa ditulisan jalan-jalan selanjutnya! Yeay!


Atika Widiastuti,
Depok, 29 Agustus 2018