Rabu, 22 Mei 2019

Punya Siapa?

Di satu waktu, rasanya sebegitu ingin bebas. Melangkahkan kaki sesuai keinginan, melakukan apapun sesuai kemauan diri sendiri, tanpa perlu merasa bergantung atau tak enak hati kepada orang lain. Karena apapunnya, sesuai mauku. Tentu masih dalam batasan-batasan. Aku tak sebebas itu kamu tahu.

Tetapi di lain waktu, rasanya sebegitu ingin terikat. Melakukan sesuatunya karena menurut pertimbangan yang lain, melangkahkan kaki bukan lagi hanya atas kehendak diri sendiri. Inginnya didampingi, ditemani, bukan lagi semauku.

Lantas timbul pertanyaan di dalam diri, sebenarnya dirimu punya siapa?

dok. pribadi
------
ditulis pada13 Maret 2016, ditambahkan pada 22 Mei 2019.
Atika Widiastuti

Ketenangan

Ketenangan? Tau apa aku tentang ketenangan?
Kau tahu, malam ini meski sudah di tempat yang jauh. Masih saja aku harus menghindari si awan pembawa hujan, ia masih mendatangi rumahku terus menerus.

Pusing. Pusing dalam arti yang sebenarnya. Kepala pening banget di bagian atas kanan. Mau konsultasi sih, atau sekedar googling gitu kira-kira kenapa, tapi gak ada niatan buat melakukan itu.

Pusing. Pusing dalam artian banyak yang "terpikirkan", bukan "dipikirin". Karena kalau "dipikirin" itu berarti masalah-masalah itu sengaja kamu pikirkan. Kalau Aku, gak gitu. Hmm.. gimana ya, ya gitu deh.

Sedang bingung. Hendak melakukan apa, hendak bercerita kemana, hendak mengambil keputusan apa, bahkan hal kegemaran seperti menulis saja rasanya hambar. Mencari kesibukan di luar tetapi sebenarnya tetap saja sepi di dalam. Hanya membuat fisik lelah, berharap psikis membaik. Nyatanya tidak. Fisik lelah, psikis pun.

Temanku berkata, "Iya memang tempat kamu bermalam sekarang aman. Tapi percuma, hati dan pikiranmu gak aman." Demi mendengar itu, Aku menangis.
Iya benar, seratus persen benar.
Kemanapun Aku, dimanapun Aku, sedang melakukan apapun Aku. Hati dan pikiranku tetap saja ketakutan.

Bercerita? Aku takut, takut menjadikan seseorang yang aku ceritakan itu, berteman padaku hanya karena kasian.

Bercerita? Aku malas, malas membicarakan ulang semua hal itu dari awal. Memutar ulang rekaman kejadian-kejadian itu di pikiranku, lantas belum tentu orang yang aku ceritakan paham keseluruhan ceritaku, seratus persen sesuai dengan yang aku maksudkan.

Aku sudah cukup malas menemui orang-orang yang semaunya mengambil kesimpulan tanpa bertanya dulu kebenarannya, sesudah itu lantas menyudutkan aku dengan kesimpulan sendirinya itu.

Malam ini. Satu malam di bulan ke-5, aku berada di tempat ini.

Meski hati dan pikiran masih tetap tidak tenang, setidaknya aku tak was-was, si awan itu, tidak mengetahui tempat berlindungku yang ini ; Aku aman.

---
Atika Widiastuti
26 Januari 2016,
Dan aku tambahkan beberapa kalimat pada malam ini, 22 Mei 2019.
Sedih. Rasanya masih relevan meski sudah tiga tahun.

Menjadi 24

Menjadi 24 ternyata hanyalah sebuah angka. Dulu, waktu usiaku masih angka 1 di depannya, memandang orang yang usianya 20-an itu terlihat keren, bijak, dia sudah tahu dirinya siapa.

Membuat aku rasanya ingin cepat-cepat berada pada usia itu. Terbayang mimpi-mimpi usia belasan yang satu persatu terwujud di usia 20-an.

Nyatanya, ke sana butuh proses. Perjalanan. Yang tak bisa hanya sekedar dibayangkan. Tetapi juga diusahakan.

Dan memang hanya sebuah angka. Karena 24 yang sekarang, rasanya tak beda jauh dengan belasan yang dulu.

try to let it go.
It is okay not to be okay.
--- semangat, kamu!