Selasa, 22 Mei 2018

Very First Conference! Singapore.

It is really, exactly, happened a week ago. My very first conference!!
Kalimat pembukanya rada norak tapi ya gapapalah, tulisan pribadi ini.
(Terbengkalai sejak ditulis terakhir pada Desember 2017, ada di draft, makanya 'happened a week ago'. pffftt.....)

Mungkin temen-temen banyak yang udah sering ikut konferensi, Singapura mungkin cuma bagaikan Jakarta ke Bogor.. Tapi bagi gue, ini bener-bener pengalaman sebenar-benarnya pengalaman! Dan daripada menghilang dimakan waktu, lebih baik dibekukan di tulisan ini, kan? So here's my story....

Sebenernya masih hutang banyaaaak banget tulisan, terutama proses pemenuhan gelar sarjana, yang baru ada tulisan separuh sarjana-nya disini. Nah, di akhir tulisan itu kan gue bilang, bakal ada kemungkinan-kemungkinan baik ke depannya. Ini dia cerita kelanjutan kemungkinan-kemungkinan baik itu.

Dimulai dari pertanyaan salah satu dosen penguji,
"Kenapa parameternya cuma empat? bokek ya?"
"iya, Pak. Gak punya duit."

Hingga akhirnya dosen pembimbing menyarankan untuk mengikutsertakan penelitian skripsi ini ke PITTA. PITTA itu apa? cek disini. Tapi yaa konsekuensinnya, selain mengurusi penelitian skirpsi, juga harus bersedia repot urusin perintilan di PITTA ini. Tapi setelah dijalani enggak serepot itu kok.

Awalnya udah hopeless banget kan, untung-untungan aja ikut PITTA, karena kami beranggapan penelitian ini "cetek" banget, se-dasar itu, disaat temen-temen bikin reaktor, bikin prototype, lah daku cuma ambil sampel, bawa laboratorium, hasil keluar terus dianalisis, hehe. Tapi ternyata, Alhamdulillah lolos seleksi, waktu itu ada sekitar 500-an tim yang lolos PITTA, dengan satu tim yang beranggotakan 3 orang dibiayai 80 juta-an. Coba hitung se-kaya apa kampus gue, wkwk
Alhamdulillah...

Karena PITTA-nya lolos, maka setelah selesai sidang skripsi, gak bisa leha-leha, harus cari konferensi ter-indeks Scopus yang kira-kira fit in budget. Awalnya ingin korea, ya you know lah alasannya haha tapi gak ada yang cocok konferensi di Korea, lagian kejauahan juga, biaya nya gak nge-cover.

Akhirnya dapat beberapa, dan coba mendaftar ke beberapa konferensi itu, sebenarnya boleh aja sih konferensinya di Indonesia. Tapi Prof. Djoko (dosbing) meyarankan untuk cari konferensi di luar negeri. Buat nambah pengalaman katanya. Akhirnya pengumuman lolos di dua konferensi internasional. Dua-duanya based in Singapore, ICSTSS 2017 dan ICEPP 2017, Akhirnya karena beberapa pertimbangan, tim gue ikut yang ICEPP 2017.

Hari H keberangkatan konferensi.
Berangkat ke bandara ditemani ibu, karena katanya ibu kepingin anter anaknya. Pesawat berangkat jam 7 pagi, oh iya, ini adalah pengalaman naik pesawat yang pertama kali juga. Ternyata cukup membingungkan ya, haha harus cetak tiket, antri timbang bagasi, antri lagi untuk cek dokumen, antri lagi untuk naik pesawatnya, tapi gapapa, jadi pengalaman.
Beda waktu antara Jakarta dan Singapore itu satu jam, jadi kalau di Jakarta jam 8 pagi, di Singapore jam 9 pagi.

Sampai di Changi Airport, rasa kagumnya tuh mulai tumbuh nih ceritanya. Terasa banyak aktivitas, tapi tetap lenggang, gak membingungkan, meski tempatnya se-luas itu.
Dan, kerennya penataan pelayanan publik di Singapore, termasuk urusan transportasinya. Semua penunjuk jalan, jam kedatangan bus, rute MRT, itu jelas dan rinci banget!  Jadi gak perlu takut nyasar meski sendirian di sana.

Inginnya sih awal kedatangan langsung cobain public transport-nya, tapi ribet bawa-bawa koper, akhirnya pesan Grab, dan ajaibnya ya disana itu gak ada Grab-bike! gak ada option-nya yang Grab pake motor. Ternyata, motor yang ada di jalan pun bisa dihitung jari, dan lebih banyak memang dikendarai driver penyedia layanan antar makanan gitu. Jalanan Singapore lenggang banget saat itu, karena waktu itu jam 10 pagi, dan itu bukan rush hours. Ongkos grab / taxi disana mahal banget! ibarat dari FT sampe Margo City lewat Margonda tuh kena SGD 21. Murah sih 21 dolar, tapi coba dirupiahin? dua ratus sepuluh ribu, wkwkwkwk
Kalau lagi gak buru-buru atau banyak bawa barang bawaan, mending naik public transport deh.

Oh iya, selama di Singapore ini, gue tetap pake provider Tri, beli paket Overseas Singapore 7 hari (harga 75 ribu, perhari dapat 93 MB, dikit sih, tapi cukup karena selama di penginapan pakai wifi, paket ini cuma untuk selama di luar aja). Sebenarnya di Changi juga ada counter penyedia provider telekomunikasi gitu, tapi yang paling murah aja 15 SGD (yang kalau dirupiahkan kurang lebih 150ribuan, masih lebih terjangkau paket dari Tri). Penginapan gue waktu itu cari di AirBNB dan worth it, tempatnya dekat sama stasiun MRT, ada dapur, ada wifi, ada tv, kamar mandi dua, lengkap deh. cek disini.

Di jalan deket Apartemen, kemana-mana tinggal jalan kaki tapi gak capek.
In frame : Eki dan Bu Upik.
Atika yang moto-in.

Hari pertama sampai di sana, cuma ke NTU untuk lapor diri daftar ulang gitu. Berkeliling NTU sebentar dan penyesuaian diri. Setelah itu kita ke penginapan dan persiapan diri untuk presentasi besok. Dan tibalah, hari H presentasi, aaaa se-deg-degan itu gue.

Pertama, kita mengikuti tiga kelas umum di satu kelas besar, pemateri pertama itu Professor dari USA, yang kedua dari Korsel, yang ketiga dari Singapura. Setelah itu, kita dibagi ke beberapa subtema dan pindah kelas sesuai dengan subtema tersebut. Tibalah, giliran gue, yang maju dua kali lebih cepat dari yang seharusnya karena dua orang sebelumnya gak hadir.

Sepanjang presentasi jujur aja deg-degan banget, all I can do is baca slide PPT :" tiba-tiba di tengah penjelasan gue, sang moderator, yang adalah Prof dari Korsel yang ngisi materi di kelas umum tadi memotong dan bertanya, "why the mercury parameters index has that number? which method that you used?" kalau gak salah begitu inggrisnya, pokoknya intinya dia nanya, kenapa kok angka indeks merkurinya segitu? emang kamu uji nya pake metode apa?

WAAAAWAAAAA.... selupa itu aku sama teori huhu :"
se-enggak percaya itu yang bakal ditanyakan adalah teori ; metode pengecekannya pake apa?

Alih-alih menjawab (yang emang padahal lupa banget), gue cuma bisa, "hmm? what? pardon?" padahal jelas-jelas gue ngerti dia nanya apa. Sampe beberapa peserta konferensi (yang adalah para ekspert, S2, S3, ahli di bidang lingkungan) ikut membantu menterjemahkan pertanyaan sang Prof moderator dengan bahasa yang lebih mudah dipahami, karena takutnya gue yang gak paham apa yang ditanyain. Tapi lagi-lagi gue cuma, "hmm? what? ah?"

KELU BANGET LIDAH RASANYA MAU JAWAB. Di meja peserta, Eki udah ngode-ngode jawabannya, tapi gue terlanjur gugup akhirnya bilang, "I'm so sorry because someone who do that at laboratorium is not me." Hahahaha lemes! badan rasanya mencair :"
Sampe akhirnya Profnya mungkin kasian sama gue, dia bilang, "ok. that's enough. besok-besok meskipun bukan kamu yang meneliti, kamu mesti tau apa yang kamu bicarakan di presentasi. Oke, silakan kembali ke tempat duduk kamu." Dia ngomong pake bahasa indonesia? tentu tidak, itu gue translate yang intinya begitu, deh. Sedih, ya... first experience gue malah begitu.

Sesi presentasi selesai, saatnya pengumuman the best speaker. Tebak siapa yang dapat title itu? Ya jelas bukan gue, lah. Tapi seorang mahasiswa S3 dari Jepang, yang umur penelitiannya udah 10 tahun (turun temurun diteruskan gitu), slide presentasinya aja udah kayak materi kuliah. Apalah dibanding penelitian gue yang cuma dua bulan. Hiks.
candid ini, aseli :p


Foto ceria bersama Eki. Gue yang kerudung biru.
Waktu giliran diriku presentasi

foto bersama seluruh peserta konferensi

Selesai itu, acara bebas dan akan ada acara makan malam bersama, tapi berhubung rasanya kepala gue pening banget. Pening yang....pusing, malu, pengen nangis, campur aduk gitu rasanya, akhirnya pulang aja dan gak ikut makan malamnya itu.

Tapi karena gak ikut makan malamnya itu, gue sama Eki jadi pergi ke Chineese and Japannese Park di deket MRT. Pertama kalinya naik MRT sini. teratur banget. setiap dua menit, MRT nya datang, gak desak-desakan. Tapi tetep aja sih, ada sisi gak bagusnya.

Sekali dua kali gue lihat, di eskalator, muda-mudi ciu*an, sesantai itu, terus orang-orang di sekitarnya juga, se-biasa-aja-itu. Gue yang liat malah tutup mata. Sekali lagi mendapati hal demikian di dalam MRT, sepasang cewek-cowok mojok terus ciu*an. Gak kebayang, kalau di Indonesia pasti udah masuk akun-akun viral di IG terus seorang netizen menemukan akun IG si pelaku itu, biasanya sih yang ceweknya. Terus dihujat sama netizen di kolom komentar. Cerita selanjutnya tinggal dua, si pelaku itu tutup akun karena gak kuat dibully netizen, atau dia malah memanfaatkan 'ketenaran sesaat'-nya itu untuk jadi selebgram! Wkwk hafal banget gue gak ngerti lagi.

Dan lagi, dua kali waktu seorang nenek masuk MRT dan sekali waktu naik bus, gue mempersilakan tempat duduk gue buat dia. Dan tau, gak? dia seterima kasih itu, sampe gue turun terus-terusan bilang, "thank you thank you..." sembari senyum. Tentu aja gue gak langsung dapet duduk pas pertama kali naik. Nah pas gue lagi naik dan dalam posisi berdiri, ada kejadian yang sama, tapi gak ada tuh gue lihat orang muda yang berdiri dan memberikan duduk.

Tapi tentu, kita gak bisa menggeneralisir semuanya begitu kan, karena di Indo aja banyak yang sebodo itu padahal tempat duduk prioritas. Tapi ngeliat respon si nenek yang terus bilang, "thank you.. thank you.." itu kok gue ngerasa sesuatu, ya.

Ada lagi cerita, di malam terakhir kita di Singapore, Eki mau ke tempat tantenya di daerah Ang Mo Kio, itu daerah pemukiman kalau di Singapore. Selesai Eki ke tempat tantenya itu, tantenya anterin kita ke halte bus sambil nunggu bus-nya datang. Gak sengaja kita nemuin HP yang tergeletak di halte itu, posisinya layarnya menghadap ke bawah, kebiasaan kita kan kalau ngeliat HP jatuh langsung dipungut dong ya, terus kebetulan layarnya gak di-lock, langsung ke log recent call, rencananya mau nelepon orang yang terakhir dihubungi, biasa kan, emang normalnya juga gitu, kalau di Indo. Eh sama tantenya Eki di larang, tebak kita malah kemana?

Kita ke kantor polisi terdekat teman-teman, untuk melaporkan kalau kita baru saja menemukan sebuah HP yang jatuh. Bayangan gue, ya se-enggaknya kita dapat ucapan terimakasih gitu kan dari polisinya, eh ini malah ditanya macam-macam, seolah kita yang nyuri itu HP wkwk woylah kalau nyuri ngapain kita ke kantor polisi??

Ditanya, "ini nemu dimana? kronologinya gimana? ini kamu siapa? urusan apa datang ke Singapore?" Gue se-deg-deg-an itu, culture shock tuh gini rasanya mungkin, ya. Ini baru Singapore, yang se-dekat itu sama Indonesia.

Selesai itu, tantenya Eki bilang, "kalau disini (Singapore), nemuin apa-apa, gak usah diambil. Dibiarkan saja. Bahasa kasarnya, kalau ada orang jatoh, jangan dibantu, takutnya kamu yang dikira dorong dia sampai jatuh. Karena nanti urusannya bakal panjang."

Waduh! Pulanglah kita dengan perasaan gak enak yang sangat mendalam, karena tantenya Eki sampe harus pulang dan nunjukin surat izin tinggal-nya sebagai bukti ke kantor polisi.

***

Hari ketiga di Singapore diisi dengan academic trip, one day visit. Ini trip gak wajib buat peserta konferensi, bagi yang mau saja. Dan gue sama Eki ikut, bayar 50 SGD masing-masing, sekitar 500 ribu kalau dirupiahin. Kita ke Merlion Park, St. Andrew's Cathedral, Chinatown, Garden by the Bay, Little India.

Merlion Park tu bisa dibilang kayak Monas-nya Jakarta kalau di Indonesia kali ya, ikon ibu kota, bahkan ikon negara kalau di Singapore. Dan itu, seramai itu. susah untuk nemu spot foto yang 'bersih tanpa ada bocor orang-orang di belakang'.

Tapi susah bukan berarti gak bisa. Malah gue nemu spot yang selama ini belum pernah gue lihat fotonya di google, sampe baru tahu kalau air mancur dari mulut merlion-nya itu keluar pake paralon. Lah emang pake apa? ya iyasih paralon, tapi kan selama ini gak pernah kepikiran gitu.
capture by me
from the other side. Tuh lihat lautan manusia deket merlionnya.

castle and the blue sky, capture by me
the building in front of merlion, aesthetic :p

Di Chinatown lumayan lama, karena sekalian istirahat makan siang. Disana barang-barang mureh-mureh deh (ya meski kalo dirupiahin tetep mahal) gue banyak beli oleh-oleh disana. Chinatown kayaknya di mana-mana sama aja ya, rasanya udah kayak ke Glodok deh. cuma hati-hati kalau makan, pastikan halal.
capture by me
itu dia Eki, tampak belakang
murah, kan?

setelah itu, kita pergi ke Garden by the Bay, dan diberi pilihan, mau masuk ke macam-macam garden-nya atau mau keliling aja. Karena kita gak punya duit, akhirnya kita gak ikut masuk dan cuma keliling-keliling aja. Terus beli es krim mekdi karena penasaran, variannya belum ada di Indo saat itu, ini dia penampakannya, harganya 3.5 SGD, 35 ribu untuk sebuah es krim. wkwk
sekarang kayaknya udah ada eskrim gini di mekdi

ini moto aja, gak naik. bayar lagi soalnya, hehe
Meski rencana awal masih ada destinasi Little India, tapi ternyata hujan turun dengan derasnya. Akhirnya kita sepakat untuk hanya berkeliling little india menggunakan bus tour, gak menjelajah kayak waktu di Chinatown. Lalu pulanglah kita ke tujuan masing-masing. Waktu itu gue sama Eki bawa-bawa koper yang dititip di bus tour, karena kita mau pindah penginapan, yang selama dua hari kemarin di Jurong deket NTU, pindah ke pusat di Orchard Road.

Sepanjang turun dari bus, koper gue yang gede dibantu bawain sama seorang peserta konferensi yang mau pulang ke penginapannya dan naik MRT juga. Bayangin deh naik turun eskalator terus tiap ada satpam, tuh koper mesti dibuka untuk dicek, Alhamdulillah ada yang bantu bawain.

Seluruh MRT di Singapore tuh kayaknya conected ke Mall deh, atau emang di desain Mall disitu karena gak ada lahan lagi, gue juga kurang paham. Tapi jadi semenyenangkan itu. Bayangkan aja, sepanjang jalur antar MRT tu ada pusat perbelanjaan, jadi transit gak cuma lewatin jalan doang. Bisa sekalian melancong.

Malam harinya, kita ke tempat tante-nya Eki, kayak yang gue ceritain di beberapa paragraf itu, sepulang dari tempat tante-nya Eki itu kita pergi ke Garden by the Bay lagi, tapi via jalur lain, lupa waktu itu jalur apa, pokoknya naik MRT. Singapore, lampu, dan malam hari. Duh, susah digambarin deh pokoknya manjain mata banget.


tahan napassss motretnyaaa
Pulangnya itu sampe MRT terakhir yang beroperasi, Sekitar jam 12 malam sampe di Orchard Road, rasanya tuh kayak nothing to worry about being out at night. Trus lagi ada premiere Star Wars waktu itu, foto ajaa....

may the force be with u~
mandatory photo of Orchard Road, hehe
Hari terakhir diisi dengan belanja ke Little India, yang kemarin sempat gak jadi karena hujan. Tapi ini cuma gue dan Eki, gak sama rombongan peserta lain, juga engga sama Bu Upik, karena beliau ada agenda jalan-jalan lain sama anaknya.
Ke Little India tidaklah lengkap tanpa ke Mustafa, semacam pusat perbelanjaan gitu, yang katanya barangnya murah-murah. Dan benar sih murah, tapi tetep murahan di Chinatown.

Selain ke Little India, kita juga ke Bugis Street, yang kalau kata google, disana ada toko yang serba 1 dolar. Buat beli oleh-oleh, apalagi kalau bukan cokelat. Letaknya dekat Bugis Junction di pinggir jalan, agak susah ditemukan karena penampakannya sudah agak berbeda dari yang ada di google, tapi tetap ada tulisan $1.
sumber dari google
Kita belanja makanan sih lebih banyak, karena bingung kalau bawa barang kan susah. Koper udah dititip bu Upik yang duluan berangkat ke airport. Sedihnya waktu itu gue beli handbody, tapi lupa kalau barang cair lebih dari 100 ml harus masuk bagasi. Ya terpaksa disita deh.

Setelah belanja-belanja kita ke Sentosa Island, ituloh, tempat yang ada Universal Studio-nya. haha, kesana bukan mau masuk sih, cuma kepingin tau, dan foto. Typicaly pelancong banget, ya. Sekalian nyobain bus Singapore, karena selama tiga hari disana, kita selalu naik MRT. Dan tara~~

silau~
Berbekal gak pernah nyasar selama tiga hari sebelumnya, kita pede dong. Eh sepulang dari Sentosa Island mau ke Changi Airport ngide naik bus lagi, lumayan, waktu masih banyak. Eh alah, kita nyasar, salah naik bus. Malah makin menjauh dari Changi. Waktu itu gue tidur di bus, dan Eki kebingungan sendiri. Maap ya Eki :(
Tapi meski begitu, kita tetep sampai disana sebelum waktu keberangkatan untuk pulang, kok. Malah ternyata pesawatnya delay sejam.

Tambahan sebelum tulisan ini berakhir,
ada satu hal yang sampe saat ini masih bikin gue terharu dan bangga sendiri sama agama gue, Islam yang mewajibkan muslimahnya berhijab. Jadi waktu itu, selama nunggu pesawat, kita mau cari minum sekaligus makan di Changi Airport, tiba-tiba mataku menemukan subway!
hanya ilustrasi ttg subway, sumber google

Buat yang sering nonton drama korea kayak gue pasti gak asing sama subway subway ini. Karena di Indonesia kan gak ada, dan gue kepengen nyoba banget gitu, karena kalau nonton di drakor tuh kayaknya enak banget gitu burger disitu.

Antri dong gue mau beli, tapi belum sampe giliran gue, pramusaji-nya ngomong, "Mm.. sorry Miss, subway is non-halal. Are you okay with that?" gue kaget dong, dan ternyata yaa subway itu pake pork alias daging babi. Huhu :" Antara kudet atau malas mencari tahu. Yaa pantas aja di Indonesia enggak ada.

Gue sadar, yang membuat sang pramusaji berkata demikian adalah karena melihat gue dan Eki pake jilbab, jadi dia langsung tau, gue dan Eki beragama Islam. Coba kalau misalnya gak pake hijab, dan gue gaktau subway tuh pake pork, gue makan aja gitu. Bangga banget gak, sih rasanya sama hijab dan Islam?

Singkat cerita,
Pulanglah kita semua. Jalanan macet meski itu udah jam 11 malam menyadarkanku bahwa saat itu, secara sadar diriku sudah berada di Indonesia lagi.

Sekian cerita super panjang selama 4 hari bertemu banyak pengalaman baru di Singapore, semoga Tika diberi kesempatan lagi yaa sama Allah buat menjelajah negara-negara lain, aamiin...

Selasa, 22 Mei 2018
Atika Widiastuti
-------------------
Notes :
- ke Singapore gak perlu visa, cuma di sana isi form gitu yang isinya menjelaskan selama di Singapore kita tinggal dimana, berapa hari di Singapore, nomer telepon Singapore yang bisa dihubungi dll.
- Tiket pesawat ke Singapore ada yang gak sampe 500 ribu kalau kita pintar carinya, biasanya tiket 2 bulan sebelum keberangkatan, karena kemaren gue berangkat mepet, jadinya dapet tiket termurah itu 2juta-an, itu aja pake AirAsia.
- Untuk bepergian selama di Singapore gak usah takut nyasar, karena public transport-nya selengkap itu. Cuma kitanya harus teliti, jangan sampai salah naik, dan bayarnya tinggal di tap, semacam kartu e-money, namanya Ez-Link, google it, ya. Dijelasin lengkap. Punyaku ilang padahal beli yang masa aktifnya 5 tahun.
- PALING PENTING! Colokan listrik di Singapore itu yang kaki tiga. Gue gak engeh ini penting banget. Selama di sana engga engeh gitu, pas HP lowbad baru bingung ngecharge-nya gimana. Beruntung ada temannya Bu Upik yang main ke penginapan kita terus bawain colokan kaki dua. Disana bisa sih cari yang kaki dua, tapi akan lebih baik udah prepare sebelum keberangkatan, daripada beli, gak murah soalnya.