Kamis, 31 Desember 2015

Menjadi Orang Tua

Beberapa hari yang lalu, tepatnya tanggal 29 Desember 2015, saya dan beberapa teman pergi ke Gunung Batu dan Kawasan wisata Leuwi Hejo. Trip ke dua buah tempat wisata dalam satu hari, menggunakan sepeda motor. Singkat cerita, kami pergi berdelapan orang, perempuan empat, sisanya laki-laki. Rentang usia kami beragam, dari mulai SMA, kuliah, fresh graduate, hingga yang sudah kerja. Kami teman di satu yayasan sosial keagamaan di lingkungan tempat tinggal, maka umur yang berbeda sudah menjadi hal yang biasa.

Kami berangkat pukul tiga pagi, alasannya sederhana ; agar tidak terlalu siang hingga menjadi panas saat di Puncak gunung batu, syukur-syukur kami dapat view sunrise.

Ternyata benar ya, dalam sebuah perjalanan, kita jadi bisa mengetahui karakteristik sifat seseorang. Di perjalanan satu hari kemarin, banyak banget hikmah yang bisa dipetik ; yang baik maupun yang kurang baik.

Pantas saja ada yang berkata, untuk bisa menulis yang baik, lakukanlah perjalanan. Karena di perjalanan kau bisa mendapat cerita yang tak terduga. banyak hal yang hanya terjadi pada saat perjalanan, yang bisa dijadikan pelajaran, asal kamu peka mengambil ibrohnya.

Perjalanan kami sebenarnya lancar hingga akhir, hanya saat saat ingin pulang, hujan deras seketika menghampiri dan listrik di Desa Karang Tengah (tempat Leuwi Hejo berada) mati listrik. Lengkap sudah, malam hari, hujan deras, jalanan licin, mati listrik. Kami tak berani pulang.

Hingga akhirnya diadakan rapat kecil sebentar, ada gontok-gontokkan yang terjadi, perbedaan pandangan untuk memutuskan kami tetap pulang atau menginap barang semalam. Hingga akhirnya terjadi mufakat bahwa kami tetap pulang malam itu juga dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu.

Melajukan motor di tengah hujan yang mulai surut, tetapi tetap mati listrik, hati-hati sekali, jalanan nya mengelilingi bukit, mirip-mirip jalan menuju puncak, tanjakan, turunan, dan berkelok tajam. Hingga akhirnya, kami mampir sebentar di rumah salah seorang temannya teman, numpang rebus mie instan, irit pengeluaran. Saat itu sudah pukul 10 malam.

Inti cerita yang saya jadikan judul adalah disini.
Dalam rombongan berdelapan, terdapat tiga orang yang masih usia sekolah ; SMA. Agar orangtua tidak panik, kami menyarankan agar mereka menelepon orangtuanya, mengabari kalau di pukul 10 malam ini mereka masih di jalan, menuju pulang (dengan kondisi yang berangkat pukul tiga pagi). Tapi ada saja masalahnya ; gak ada sinyal, gak diangkat ortunya, mungkin sudah malam.

Ada satu orang yang ayahnya menelepon, menanyakan sedang dimana. Karena nadanya meninggi maka telepon diserahkan ke salah satu rombongan kami yang lebih dewasa, sebagai penanggungjawab.
Ayahnya marah, saya gaktau detailnya gimana, tapi si orang yang berbicara dengan si ayah ini bilang, "inisih alamat gak bisa tidur nanti." maksudnya jadi kepikiran sehabis mendengarkan ayahnya di telepon.

Lantas saya mengingat ibu di rumah, dan cara saya meminta izin saat berangkat ke beliau. Ternyata, beda orangtua beda perlakuan ya, meski mungkin maksudnya sama-sama demi kebaikan anaknya. Terkhusus lagi tentang ayah, entah mungkin, bapak saya akan seperti itu juga pada saya atau mungkin beda, saya tidak tau, belum pernah mengalami (bapak mengomel karena anaknya belum pulang larut malam lalu tidak memberi kabar) dan mungkin juga tidak akan pernah mengalaminya. 

Yang saya tau adalah ibu saya.
Sesimpel saya cuma bilang, "Bu, besok Tika mau pergi ke sini dan ke sini. Berangkatnya jam tiga pagi, menghindari macet dan panas. Perginya sama si ini, ini, ini, naik motor."
lalu ibu hanya menjawab, "oke. ada uang ongkos gak?"
Begitu perlakuan Ibu, orangtua saya. Kemanapun saya boleh pergi, asal jelas kemana dan dengan siapanya, kecuali satu hal ; ibu gak mengizinkan saya ikut aksi/demo/apapun itu, meski aksi damai. Takut kepanasan dan desak-desakan katanya, dan saya punya asma. Oke, alasan ibu bisa diterima, haha.

Usut punya usut, ternyata si anak yang ayahnya marah ini hanya izin ke ibunya, dengan asumsi ibunya akan menyampaikan itu ke ayahnya, ternyata tidak ; atau iya tetapi ada misskomunikasi. Entahlah, si Anak ini juga tidak menjelaskan detail, ketika ditanya, ia hanya menjawab : "Udah biasa mama sama bapak begitu. Biarin aja, nanti di rumah juga diomelin, Tapi yaudah, udah biasa."

Banyak kemungkian-kemungkinan yang muncul di otak saya kala itu ;
1. Mengapa si anak tidak izin juga pada ayahnya? Apa karena sudah tau, izin atau tidak, ia akan tetap dimarahi? 
2. Mengapa si ibu dan si ayah tidak seiya sekata memberi perlakuan pada anaknya?
3. Mengapa respon si anak seperti itu, seolah "udah biasa kayak gitu"?

Ah, lagi-lagi asumsi, lantas saya merefleksikan pada diri saya, jika nanti saya menjadi orangtua. Akan seperti apa saya memperlakukan anak saya?

sebab katanya ;
"Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi
Jika anak dibesarkan dengan ketakutan, ia belajar gelisah
Jika anak dibesarkan dengan rasa iba, ia belajar menyesali diri
Jika anak dibesarkan dengan olok-olok, ia belajar rendah diri
Jika anak dibesarkan dengan iri hati, ia belajar kedengkian
Jika anak dibesarkan dengan dipermalukan, ia belajar merasa bersalah
Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri
Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri
Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai
Jika anak dibesarkan dengan penerimaan, ia belajar mencintai
Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi diri
Jika anak dibesarkan dengan pengakuan, ia belajar mengenali tujuan
Jika anak dibesarkan dengan rasa berbagi, ia belajar kedermawanan
Jika anak dibesarkan dengan kejujuran dan keterbukaan, ia belajar kebenaran dan keadilan
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan
Jika anak dibesarkan dengan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan
Jika anak dibesarkan dengan ketentraman, ia belajar berdamai dengan pikiran
Karena anak belajar dari kehidupannya."

Kembali ke pertanyaan diatas "Akan seperti apa saya memperlakukan anak saya?"
Mungkin jawaban diplomatisnya adalah : "yaa kamu harus menjadi sosok teladan kebaikan hingga bisa diteladani anak-anakmu."
Tapi pertanyaannya terulang kembali, "akan seperti apa perlakuan saya? bagaimana cara mengkonkret-kan jawaban diplomatis-diplomatis tersebut menjadi sebuah aksi nyata?" lagi-lagi saya hanya menemui jawaban diplomatis.

Lalu ada suara dari hati yang membisiki telinga, seperti berkata tapi hanya saya yang mendengar, "Caranya adalah dengan memulai Tik. Belajar mulai dari diri sendiri."

Atika Widiastuti
31 Desember 2015

Senin, 28 Desember 2015

30 Day Writing Challenge!


This is started when I read icanbunbun's post that he shared to facebook. There are two words that caught my attention; "Writing" and "Challenge".
As a result, I was googling what "writing challenge" is and find several sites that give the theme per day for a month, entitled; 30 Day Writing Challenge.
And yes, I think that it looks like fun too. Here is one list that I took from here.
According to my plan, I will begin to write on January 1st, 2016, hehe the earlier resolution of the year. Hopefully istiqomah :P
For you who want to do it too, let's start together :)

After the end of January and this writing challege is completed. I will compile all posts's link on this entry. So for you guys who want to read my writing, no need to looking for the posts one by one,
hehehe

Day 1 - List 10 thing that make you really happy.
Day 2 - Write something that someone told you about yourself that you never forget.
Day 3 - Your dream wedding.
Day 4 - Write about someone who inspires you.
Day 5 - List five places you want to visit.
Day 6 - Five ways to win your heart.
Day 7 - List 10 songs that you're loving right now.
Day 8 - Share something you struggle with.
Day 9 - Post some words of wisdom that speak to you.
Day 10 - Write about your first celebrity crush.
Day 11 - Something you always think "What if..." about.
Day 12 - Write about five blessing in your life.
Day 13 - What are you excited about?
Day 14 - Post your favorite movie that you never get tired of watching.
Day 15 - Something you don't leave the house without.
Day 16 - Post about your zodiac sign, and whether or not it fits you.
Day 17 - Post 30 fact about yourself.
Day 18 - Discuss your first love.
Day 19 - Post about three celebrity crushes.
Day 20 - What three lesson do you want your children to learn from you?
Day 21 - Put your music on shuffle and post the first ten songs.
Day 22 - A letter to someone, anyone.
Day 23 - Write about a lesson you've learned the hard way.
Day 24 - Think of any word. Search it on google images. Write something inspired by the 11th image.
Day 25 - Write about an area in your life that you'd like to improve.
Day 26 - Talk about your sibling(s).
Day 27 - Post five things that make you laugh-out-load.
Day 28 - What are your goals for next 30 days?
Day 29 - Your highs and lows for the month.
Day 30 - Write a poem titled "The End" that isn't about death or a break up.

Forgive about my english, i am still learning, hehe.
and probably most of my posts later will be using Bahasa.

Can't wait to start it! XD

Best regard from Depok, on December 28th
Atika Widiastuti

Jumat, 25 Desember 2015

Kau Sedang Jatuh Cinta

Tereliye berkata :
"Jika kau merasa bahagia dan sakit di waktu bersamaan.
Merasa yakin dan ragu dalam satu hela nafas.
Merasa senang sekaligus cemas menunggu hari esok.
Tak pelak lagi, kau sedang jatuh cinta.

Berbahagialah menyambutnya, atau bersiaplah patah hati."

Lantas Aku tanyakan pada diriku;
Pernahkah Aku merasa sedemikian itu kepada Rabb-ku?
Tidak jatuh cintakah Aku kepada-Nya?
Apakah keberadaan makhluk-Nya lebih memenuhi hati dan pikiranku dibanding kehadiran-Nya?

Sedangkan tiap saat kasih-Nya terus menyertai dan sayang-Nya terus membersamaiku.
Dalam tiap oksigen bersih yang ku hirup gratis
Dalam tiap pelukan hangat ibu di malam hari
Dalam tiap musim kemarau serta penghujan yang datang teratur berganti
seolah tak ingin hamba-Nya bersusah dengan satu musim yang terlalu lama
Dalam......ah! Terlalu banyak!

"Seandainya lautan di bumi menjadi tinta, ditambahkan kepadanya tujuh laut lagi sesudah keringnya, niscaya tidak akan habis-habisnya kamu menuliskan karunia-Nya."

Tidakkah Aku jatuh cinta?
Apakah Aku patah hati?
Tak pelak lagi,
Aku salah mengartikan apa itu cinta.

sumber gambar : www.digaleri.com

Atika Widiastuti
25 Desember 2015

Senin, 21 Desember 2015

Bagaimana bila Aku rindu padamu?

Bagaimana bila Aku rindu padamu.
Bagaimana bila Aku rindu padamu?
Sebelumnya kita sepakat dan memutuskan bahwa kita melanjutkan perjalanan masing-masing, mungkin aku menuju barat, kamu menuju timur.
Pun jika memang ditakdirkan, kita akan berjumpa juga.
entah di selatan, entah di utara, atau mungkin di tempat kita sepakat memulai titik perjalanan kita.
Sekalipun tidak, kita percaya bahwa masing-masing kita akan ditakdirkan dengan yang lebih baik.
Kita memang mempunyai banyak rencana, tapi ada yang Maha Berkehendak di atas segalanya.

Bagaimana bila Aku rindu padamu.
Bagaimana bila Aku rindu padamu?
Aku pun kembali mengingat kita,
malam-malam bersama bintang, kau menunjuk satu lantas memberinya nama.
Siang-siang bersama semilir angin, kau merajuk tak mengeluh, lantas aku tertawa karenanya.
Sore-sore bersama senja, menunggunya memerah lalu terbenam, meninggalkan malam.
Pagi-pagi bersama ombak, deburannya membawa air mengenai jemari kakiku dan kakimu, kita berlari setelahnya.

Lantas aku tersenyum, mencari jawaban.
Menghubungimu terlebih dahulu jelas tak mungkin,
itu melanggar kesepakatan kita.

Jadi, bagaimana?
Bagaimana bila kamu menjadi Aku?
dan bagaimana bila kamu rindu padaku?
Kamu tak menjawab, memilih membisu.
------------
such a random feeling, killing the time, but oh I have to do something right now; starting the new chapter!

Minggu, 20 Desember 2015

Hati yang Baik

Sumber akal manusia adalah hati, karena pada dasarnya, hati itu bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
Ia sensitif, mudah sekali menerima dan menangkap sinyal.
Kian hari makin tak sensitif menerima kebaikan,
mungkin karena terlalu banyak noda yang menutupi.
Susah menerima isyarat yang seharusnya bisa dengan mudah ia tangkap.

"Jadi, seberapa konsisten kamu menjaga hatimu?" :)

Senin, 14 Desember 2015

Jangan

Mari mulai mendefinisikan ulang apa itu menunggu, juga tentang apa itu ditunggu. Aku yakin, aku dan kamu pun takkan mampu. Karena keduanya berbicara tentang waktu.

Maka jangan sekali-kali berkata, "maukah kamu menungguku?"
Meski detik berdetik dalam jarak yang sama,
Kau tau? perasaan dapat berubah dan menjadi tak sama sewaktu-waktu.

Jangan buat menunggu.
Jangan buat anak perempuan seseorang menunggumu. Ayahnya pun takkan rela jika tahu.
Ikat dirinya. Ikat dengan komitmen yang kuat.
Atau bebaskan, jika kamu belum mampu.

Sekali lagi, jangan buat menunggu.

Senin, 07 Desember 2015

Mendengarkan Radio

Mendengarkan siaran radio, buatku adalah hal yang menyenangkan.
Memang aku memiliki playlist lagu tersendiri, tetapi memori ponselku terbatas,
jadi hanya ku simpan beberapa lagu kesukaanku saai ini saja.
Satu "lagu" mu pun ada di playlist ku, kau tak tahu saja.

Namun memang manusia, mudah sekali bosan. Atau hanya aku saja yang merasakan(?)
Meskipun berisi lagu-lagu kesukaanku, aku jengah juga lama-lama.

Maka radio, menjadi teman penghilang kebosanan.
Menjadi teman selama belajar, selama dalam perjalanan.
Aku bisa memilih frekuensi apapun yang aku suka dan memasang pendengaranku pada frekuensi itu.
Mendengarkan suara penyiar, yang bahkan ku tak tahu wajah dan namanya.
Bosan lagi, aku pindah frekuensi.

Berhenti.
Berhenti pada satu lagu.
Lagu lama, yang orang-orang menyebutnya lagu jadul.
Aku menikmatinya, ikut menyanyikan kembali lagu-lagu yang dulu sempat ku suka, tentu sebelum Aku bosan.

Jika aku sedih, aku resapi liriknya.
Jika aku bahagia, aku ikuti iramanya.
Entah, radio kadang mengerti sekali perasaanku.

Pernah waktu zaman keemasannya dulu.
Saat radio benar-benar ku dengarkan melalui radio; bukan melalui radio ponsel atau pun streaming.
Aku mencatat hits yang sedang naik daun kala itu, mengikuti naik-turun nya lagu di chart mingguan. Ikut me-request lagu dengan mengirimkan SMS ke nomer telepon yang disebutkan dengan penekanan khas pada beberapa bagian, bahkan sampai sekarang Aku masih mengingat nomer teleponnya.
Seriously, by sending a  short message service! SMS kala itu masih sangat mahal. Rp. 350,- sekali kirim. maka jadilah tulisanku alay saat itu, disingkat-singkat, dicampur huruf besar kecil, kadang dengan angka, tujuannya tak lain adalah agar SMSku tidak terpotong menjadi 2 bagian.
SMS. Bukan mention twitter ataupun instagram.
Aku pun pernah di telepon oleh si penyiar waktu itu, untuk berkirim salam via suara.
Percayalah, ditelepon penyiar radio kala itu adalah sesuatu yang membahagiakan, hehe.

Sampai suatu ketika, aku bertemu kamu.
yang berkata bahwa kamu sangat suka mendengarkan radio.
Aku tak bercerita apapun, termasuk bahwa aku menyukainya juga.
Kau bercerita alasan kau menyukainya.
Aku dengarkan dengan seksama.

Membayangkan aku dan kamu zaman "dulu", saat sebelum kita kenal.
Mendengarkan radio, dari sudut kamar masing-masing.
Aku tak tahu kamu kala itu, tentu saja.
Dalam hati akupun ikut bersorak, aku menemukan seseorang yang sama.
Kamu tak tahu aku bersorak, tentu saja.

Mendengarkan radio.
Membawaku memaknai lagi lagu-lagu yang terputar acak dari beberapa frekuensi, ku berhenti pada satu saluran, dan melewatkan sebagian.
Bagai mdia penjelajah waktu, beberapanya mengingatkanku pada kisah yang berbeda.

Seperti lagu yang terputar kali ini....
"as we go on... we remember... All the times we had together.. and as our lives changes.. come whatever.. we will still be.. Friends forever..."

Yap. we will still be friend forever, right? :)
Jika kini, Aku berkirim salam dan mengirimkannya untukmu.
Apa kamu mengetahui dan membalasnya?

Ah, tapi Aku urungkan niat itu.
Hanya kembali pada alasan utamaku mendengarkan radio.
Mendengarkan lagu dan aku ikuti iramanya; ya aku sedang senang sekarang.

:)
----
Atika Widiastuti
Dec, 7th 2015

Selasa, 01 Desember 2015

Lupa

Cari sahabat berbagi, agar beban tidak ditanggung sendiri.

Cari pemilik senyum paling berseri, supaya hidup berwarna ketika ia kita pandangi.


Cari pemimpin yang mengayomi, supaya sejahtera negeri di esok hari.


Dan lagi..
Cari pendamping dengan standar serba tinggi,
katanya agar hidup serba mencukupi, takkan kurang bahkan seujung jari.


Kita.
Sibuk mencari, lupa menjadi.


sumber gambar : allaboutme2222.makes.org