Rabu, 25 Maret 2015

Tempat Menunggu

Aku biasa menunggumu disini
Atau sesekali kamu yang menungguku di situ
Di tempat yang sama
Tempat menunggu, tempat bertemu

Lebih sering Aku yang ada di situ, lalu tak sengaja bertemu denganmu
Kamupun mampir sebentar menghampiriku sebelum melanjutkan urusanmu

Suatu ketika Aku melihatmu duduk di situ
Bersama yang lain, berbincang. Nampak seru obrolanmu dengannya, sehingga aku memutuskan untuk berbalik saja seolah tak melihat
Tapi pernah Aku melihatmu duduk di situ,
Sendiri.
Aku menghampiri dan teringat bahwa ini adalah tempat menunggu sekaligus bertemu kita
Tetapi saat itu, kita tak membuat janji apapun.

Dalam hati Aku bertanya, "Kamu, sedang menunggu siapa? Adakah 'Aku' lainnya yang juga kau beri janji di tempat ini?"

-Dua Puluh Lima Maret Dua Ribu Lima Belas-

Sabtu, 21 Maret 2015

Ulangtahun dan Proses

Ketika seseorang berulang tahun, apa kira-kira yang temannya ucapkan padanya? "Selamat ulangtahun ya. Semoga panjang umur. Semoga tambah baik. Semoga tambah rajin. Jangan lupa traktir."

Sepertinya ada yang kita lupakan saat itu. Seorang bidadari berjuang melahirkan kita saat itu. Mempertaruhkan nyawanya agar kita bisa melihat dunia ini.

Ulangtahunmu, itulah hasilnya.
Hasil dari perjuangan ibumu, proses melahirkanmu.

Suatu proses.
Kadang sering dilupakan orang-orang. Hanya berorientasi pada hasil, termasuk Aku. Apa yang terjadi jika saat itu, bidadari tersebut tidak berhasil memperjuangkan kita agar keluar dari rahimnya?
Mungkin tidak akan ada yang mengucapkan selamat ulangtahun padamu tiap tahunnya, bahkan dirimu saja tidak pernah ada di dunia.

Astaghfirullah..

Jumat, 20 Maret 2015

Pengharapan



Seseorang pernah berkata padaku,
"Perdetail pengharapanmu ketika berdo'a. Bagaimana Allah mau mewujudkan kalau kamu saja mintanya tidak serius begitu."
Benar juga ya.

Yang lainnya menimpali, "Maksudnya kamu mau mendikte Sang Maha Tahu? Siapa kamu berani-beraninya mendikte Dia? Tanpa kamu beritahupun, Ia sudah mengetahui apa yang ada dalam hatimu."
Ah iya, benar juga.

Lalu Aku bingung, berdo'a yang baik itu, seperti apa?

"Berdo'alah yang detail, sedetail-detailnya, sehingga terlihat bagaimana kesungguhanmu menginginkan hal itu. Tapi jangan terlalu men-sfesifikan sesuatu seolah pengharapanmu harus kepada itu. Seolah kamu yang paling tahu yang terbaik untukmu, padahal ada Dia Sang Maha Tahu."

Hmm, Aku belum paham.

"Misalnya, jodoh. Kamu berdo'a menyebut namanya, minta dipasangkan dengannya, apapun caranya, seolah pendamping hidup paling baik hanyalah dia. Hei, dari mana kamu tahu? Mau melampaui kekuasan-Nya?
Jika Allah tidak berkehendak tidak akan terjadi sampai kapanpun. Mintalah olehmu pasangan yang baik agamanya, baik akhlaknya, baik keluarganya, dan pengharapan lain darimu yang kamupun bisa memastikan sifat-sifat tersebut ada di dirimu. Jodohmu, cerminan dirimu, kan?
Tentang siapa pasangannya, biarlah Dia yang mengatur."

Aku terdiam.
Menampar sekali kata-katanya.

Selasa, 17 Maret 2015

Adalah Hujan, Bukannya Matahari

Aku tak tahu mengapa hujan bisa sangat istimewa,
Selalu saja ada tulisan yang bisa kutulis ketika hujan, seperti ini.

Adalah hujan yang menjadikan siang ini teduh
Adalah hujan yang membuatku membuka payung, membuat perlindungan
Adalah hujan yang turun menyapaku, menggantikan matahari seperti siang-siang sebelumnya.

Bukannya matahari yang harusnya bersinar di siang ini
Bukannya matahari yang membuatku membuka payung, membuat perlindungan
Bukannya matahari yang menyapaku seperti biasa, tapi dia, hujan.

Aku ingin bercerita sesuatu.
hari ini langit kembali mengirim hujannya
Aku tahu tanah kering atau kebun yang tidak diairi dengan baik pasti berbahagia,
tapi tidak begitu dengan aspal di jalan-jalan perkotaan serta sungai dangkal yang tersumbat sampah di sepanjang alirannya.
Setelah hujan walau sebentar, pasti mereka akan membuat manusia susah.
Banyak genangan-genangan air di sana, bahkan banjir.

Tapi tak peduli dengan itu, langit tetap mengirim hujan.
"Segala sesuatu ada massanya, ada waktunya. Memang ini waktuku mengirimkan hujan untuk bumi.", begitu katanya.

latepost
AtikaWidiastuti

Senin, 16 Maret 2015

Penghapusnya Pensil



Jadilah seperti penghapus yang berkualitas,
Ia mampu menghapus kesalahan pensil dengan bersih.
Jangan jadi seperti tipe-ex,
Ia menghapus kesalahan pulpen, tapi meninggalkan tanda, meninggalkan bekas.
Seolah berkata, "Aku benda yang baik, Aku membantu pulpen memperbaiki kesalahannya."
Cukup jadikan dirimu seperti penghapus, budi baiknya, hanya ia dan sang pensil yang tahu.

Rabu, 11 Maret 2015

Ctrl+Z dalam Kehidupan



Malam tadi Aku berencana terbangun lebih cepat dari biasanya. Niat hati ingin mengerjakan laporan praktikum, tetapi waktu alarm dan waktu bangun tidurpun selisih jauh ternyata.
Aku pasang alarm jam 00.00 WIB dan terbangun di jam 04.00 WIB.
Bayangkan berapa banyak waktu yang terbuang?

Tapi bukan itu bahasannya,
Mengerjakan laporan praktikum dengan mata sayup-sayup mengantuk ternyata bisa menyadarkan diri atas sesuatu. Yap, kita memang bisa mengambil pelajaran dari hal apapun.

Banyak salah dalam penulisan laporan, dalam menggandakan (copy) dan atau menempelkan (paste) data.
Misalnya tadi, Aku membuat tabel di Ms. Word, memasukkan data ke masing-masing kolom. Lalu Aku menggopi data hasil perhitungan dari Ms. Word yang lain, tapi Aku malah mem-paste-kannya di salah satu kolom tabel tersebut. Jadilah tabel di dalam tabel.
Terbayang?
Ah, tapi tenang. Selalu ada tombol Undo sang penyelamat.

Aku lantas merefleksikan kejadian singkat itu ke dalam kehidupan.
bayangkan jika tiap-tiap dari kita mempunyai tombol Undo, Ctrl+Z nya masing-masing.
Jika melakukan kesalahan, tinggal tekan dua tombol itu.
Kejadian berubah kembali ke masa sebelum terjadi kesalahan.
Begitu seterusnya sampai setiap orang adalah makhluk yang sempurna tanpa pernah salah.
Terbayang bagaimana repotnya?
Waktupun menjadi kacau balau.
Tiap orang bisa memundurkan kembali kejadian.
Tidak ada yang pernah mengambil pelajaran dari tiap kejadian yang terjadi pada dirinya.
"Kalau salah, tombol Undo ada untuk menyelamatkan."
Kurang lebih begitu motto-nya.

Walaupun tidak ada "penolong" saat kita berbuat salah, tetapi karena itu kita bisa menjadi lebih paham dalam melangkah. Simpelnya, kita tidak akan mengulang lagi kesalahan di waktu lalu karena tiap kejadian tidak bisa diulang sesuka kita.
"Hanya" perlu fokus agar tidak terjadi kesalahan (lagi).

Pagi ini Aku bersyukur atas hal kecil yang ternyata berdampak besar.
Ya, Aku bersyukur, Ctrl+Z tidak ada dalam kehidupan.


Salam Pengguna Ctrl+Z
11 Maret 2015

Senin, 09 Maret 2015

Selamat Milad, Dwita!




"Ini Atika TL'13 ya?"
"Ini Dwita, TL juga. Salam kenal yaa..."

Begitulah kurang lebih percakapan pertama Aku dan Kamu.
Hingga saat registrasi ulang di balairung, kita janjian ketemuan.
"Tika dimana? Wita yang pake kerudung bunga-bunga warna biru."
Hampir dua tahun yang lalu.

Sering ngobrol-sering ngobrol ternyata kita punya banyak kesamaan.
Mulai dari suka duren, cara belajar (dan hasilnya), kita juga sama-sama tinggal bareng single fighter kita masing-masing, Ibu. Yang kita berdua bilang mirip hehe
Sampai bahkan, nama depan Ibu kita sama! hehe

Bukan berarti kita gak pernah berjauhan, setidaknya pernah sekali, saat di semester dua.
Saat kita sama-sama fokus memperbaiki akademis dan tidak ada kelas yang berbarengan kecuali Kalkulus Lanjut yang memang sekelas seangkatan.
Kemana-mana sendiri,
Kamupun lebih sering dengan yang lain.
Sampe beberapa orang bilang, "Tika, Wita nya mana? Kok gak bareng?"
Aku juga bingung mau jawab apa hehe

Pernah suatu ketika Tika salah, Wita negur, bukan ngomelin :")
Tika peluk dan nangis.
Gak perlu lah yaa dibagikan ke orang-orang gimana supernya Kamu buat Aku.
Biar jadi rahasia kita berdua aja :P

Di hari yang berbahagia ini,
Kamu 20 tahun!
20 tahun loh Witaa haha
cie tua :p
Bahkan kita sendiri sering ngomong gak jelas, "dulu ya. kalau lihat orang 20 tahun tuh udah dewasa banget, lah ini kita kok 20 tahun masih kayak bocah."

Kata orang, tiap memasuki nol baru dalam hidup, kita memasuki fase yang baru.
Semangat menuju fase kedewasaan.

Sampai bertemu lagi di usia 21 tahunmu.
Semoga tetap menjadi Wita-Tika seperti sekarang.
Salam juga buat Ibumu,
jangan lupa bilang terimakasih karena Wita sudah lahir dengan selamat di tanggal 9 Maret 1995 lalu.

Aku sayang kamu,
semoga sebaliknya juga. :)

Untuk saudari kesayangan, Dwita :)
09 Maret 2015

Sabtu, 07 Maret 2015

Balon dan Kematian




Katamu Kau takut balon, terlebih ketika mendengar letusan suaranya.
Tapi ketika Aku lihat, wallpaper handphone-mu bergambar balon.
Kau mencoba menghadapi ketakutanmu atau kau membohongiku?

Lalu kau berkata,
"Aku memang takut balon, Tik. Apalagi kalau ia akan meletus dan Aku menyaksikan proses ia akan meletus. Entah memang sengaja ditekan, ditusuk jarum atau terjemur panasnya matahari. Kau bisa membayangkannya tidak?
Tapi Aku suka balon yang masih utuh, masih penuh udaranya, yang jika kulepas talinya, ia terbang tinggi, seperti balon yang kujadikan wallpaper handphone-ku saat ini. Aku serasa melangitkan harapanku, tinggi.
Dan adapun ketika ia tidak kuterbangkan, anak kecil berebut memilikinya. Keberadaan balon di depan anak kecil bisa membuat ia yang semula menangis menjadi ceria lagi."

Aku berdehem lumayan panjang dan mengambil kesimpulan, "Kau takut menyaksikan balon itu pecah, sesuatu yang ada lalu tiba-tiba menghilang? Kurasa kau hanya belum berani kehilangan.
Lalu bagaimana dengan kematian? Bukankah kita sepakat bahwa kematian adalah kehilangan yang paling menyakitkan. Terlebih itu terjadi pada orang tersayang.
Lalu bagaimana jika itu terjadi pada kita? Adakah orang lain merasa takut setakut kita merasa takut kehilangan mereka?"

Katamu lagi, "Iya benar. Tapi tak perlulah kita memikirkan itu. Yang perlu kita pikirkan adalah bagaimana caranya memilih seni kematian kita? Dan Aku jadi berpikir, sudah cukupkah amal kita untuk menjadi bekal?"

Aku dan Kamu sama-sama terdiam.
Terimakasih telah menjadi pengingat setia.

***
Monolog
Atika Widiastuti

Jumat, 06 Maret 2015

Jatuh Cinta pada Suara

http://www.plasabusana.com/


Hari ini random sekali
Aku mengenalmu sebelumnya, bahkan sangat.
Kita sering duduk bersama di suatu waktu untuk membicarakan hal-hal yang wajar.
Tak ada yang lebih dari itu.
Aku tahu batasan.
Kamupun begitu.

Barusan tadi mendengar suara, yang baru pernah Aku dengar.
Asing tapi indah. Menyejukkan. Teralun merdu walau Aku berada pada jarak beberapa meter jauhnya darimu.
Aku betah mendengarkannya.

Aku tanyakan pada seseorang yang duduk di situ, "Suara siapa barusan itu?"
"Bintang yang adzan barusan.", katanya.
Aku terkejut bukan kepalang. Mungkin agak berlebihan tapi memang begitu adanya.

Ternyata, alunan itu dari seseorang yang Aku kenal.
Ya Kamu, Bintang.

Mulai saat itu,
selalu kutunggu suaramu.
Bukan Kamu, tapi suaramu.
Ah, mengapa terngiang terus?

Penyuka suaramu.
6 Maret 2015

Kamis, 05 Maret 2015

Kesempatan.


Orang bilang kesempatan itu tak akan datang dua kali.
Jika ia datang untuk yang kedua kali, itu namanya anugerah.
Itulah sebabnya, jika ada kesempatan baik datang padamu, kamu harus segera mengambilnya.
Tentu dengan memikirkan sebab-akibat serta pertimbangan-pertimbangan tentang hal yang akan terjadi.

Awal mulanya Aku dan Kamu punya kesempatan yang sama. Diwadahi dengan cara yang sama. Hanya saja, Aku lebih dahulu satu tahun dibanding kamu.
Kamu bisa. Sangat bisa.
Bukan keluar dari zonamu, tetapi melebarkan zona itu untuk kemudian mereka nyaman masuk ke dalam membersamaimu.

Malam ini kamu buktikan, kesempatan yang datang padamu, dan teman-temanmu.
Kamu olah dengan rapi, kamu sajikan dengan manis.

Membuatku berpikir, dan bertanya pada diri sendiri
"Sudahkah Aku memanfaatkan kesempatanku kemarin dengan sebaik-baiknya?"

~~~
Ditulis singkat teruntuk Adik tersayangku :)
Dari Aku yang baru enam bulan mengenalmu
namun sudah merasa sayang sekali

Rabu, 04 Maret 2015

Namanya Matahari

Namanya Matahari, yang munculnya di sore hari setelah hujan.
Tidak menyengat tetapi menyejukkan.
Seharusnya Aku senang karena Aku akan melihat lengkungan senyum itu, ya Pelangi.
Keindahan yang dibawa Matahari setelah hujan yang turun membasahi.

Tapi tidak kali ini,
Matahari tidak membawa kabar langit sedikitpun, ia berbeda sore ini.
Lengkung pelangi itupun tak muncul.
Aku menduga, jangan-jangan sedang tidak ada kabar menarik dari langit?
Atau mungkin Matahari enggan membahas itu denganku karena tahu Aku tidak suka?
Atau barangkali, Matahari memang sedang tidak ingin membicarakan itu karena ia bosan dan ingin menenangkan pikiran, itulah sebabnya ia menemuiku sore ini tanpa membawa apa-apa dari langit.
Semoga yang benar adalah kemungkinan yang terakhir, kuharap.

Tapi Matahari,
Saat kamu menemui batas waktumu dan tiba-tiba langit menghitam,
Ku lihat sekeliling, kamu sudah tidak ada.
Hei, mengapa pergi tanpa pamit?
Itu tidak sopan.
Bahkan Aku belum sempat berterimakasih padamu.

Tapi semoga Matahari,
dimanapun Kamu, ada atau tanpa adanya Aku,
Jangan lupa untuk selalu membawa lengkungan pelangimu. :)

Jika Aku boleh jujur padamu, Matahari.
Di malam hari atau saat hujan turun seharian, kamu tidak muncul. Aku masih bisa hidup tanpamu.
Tapi bayangkan jika itu berbulan-bulan, bertahun-tahun atau mungkin selamanya?
Adakah hidupku akan sama seperti seharusnya?
Aku tidak tahu.

Tapi Aku yakin, di ujung langit sana, kamu tetap ada hai Matahari.
Tetap bersamaku walau mungkin, jarak kita semakin menjauh......

Atika Widiastuti

Minggu, 01 Maret 2015

Tentang Kepercayaan



Ada orang yang secara sederhana berkomitmen untuk memberi kepercayaan sejak awal dan akan terus seperti itu.
Ada pula yang memupuknya sedikit demi sedikit sampai kepercayaan itu terinternalisasi padanya.
Ada juga yang sepakat bahwa kepercayaan itu parsial tergantung teks dan konteksnya.
Ada lagi yang mengganggapnya semu dan hanyalah sebatas alur pendukung untuk menopang kepercayaan semu lainnya.
Mungkin masih banyak lainnya, kalau saya mungkin frasanya begini


"Saya percaya padamu bahwa kamu percaya padaku."

Paragraf singkat punyanya tmii yang katanya ditulis di Warung Bakmi deket NF Tebet dan harganya mahal.
Sudah minta izin untuk ditulis ulang disini~

Atika Widiastuti
Hari pertama bulan Maret 2015