Sabtu, 06 Juni 2015

Asal Mula Penciptaan Angkot

Kita seringkali menenggelamkan diri dalam rasa,
seolah menjadi makhluk paling terbebani amanah.
Merasa berat, hingga tanpa sadar yang keluar dari mulut hanyalah umpatan yang menyakitkan....

Suatu hari, klakson mengeluh pada spion,
"Kau harus tahu rasanya jadi Aku, setiap saat ditekan tanpa ampun. Jika aku sudah bersuara, seringkali diikuti teriakan tak sabar dari orang yang menekanku itu. Ah, bahkan Aku sendiri pengang mendengar cemprengnya suaraku"
Tapi sayangnya ia tidak bisa bersuara.

Terus saja klakson mengeluh, spion pun jengah juga lama-lama, lalu iapun berkata,
"Mau tau rasanya jadi Aku? Di putar-putar badanku hingga menemui posisi yang pas.
Seringkali Aku ditabrak oleh pengendara lain yang seenaknya saja di jalan, bahkan seringkali kabur tanpa ada sedikitpun perasaan bersalah setelah menabrakku.
Kau tahu rasanya berulang kali diganti? Sakit."

Terus saja ia berceloteh, hingga  kursi duduk penumpang pun bersuara,
"Aku lebih menderita daripada kalian, Aku diduduki penumpang setiap saat, bahkan kadang Aku tak bisa bernafas! Supir terus saja memasukkan penumpang walau sudah penuh di dalam, 6 orang yang menduduki-ku di waktu bersamaan, serta 4 orang lagi di sisi depanku, kadang lebih daripada itu jika sewa angkot sedang penuh-penuhnya. Kau tahu apa rasanya?"
Terus saja ia mengeluh, tapi sayangnya ia tidak bisa bersuara.
Mendengar celotehan 3 temannya, maka ban depan, jok supir, hingga lampu-pun ikut bersuara juga. Mengeluhkan beban beratnya masing-masing .
Tak ada lagi yang mendengar, karena semuanya sibuk berbicara.
Ah, andai sang Supir bisa mendengar mereka, pastilah ia sudah tak tahan berada di situ.

Mereka semua lupa satu hal,
Pada awal penciptaan si angkot, sang pencipta punya tujuan yang mulia.

Membuat klakson yang bersuara jika di tekan,
untuk mengingatkan pengguna jalan, jika sang angkot ingin mendahului dari kanan atau memberi isyarat pada penumpang.bahwa angkot masih bisa menampung penumpang.
Membuat spion di kedua sisi,
untuk membantu Supir melihat kondisi belakang jalan sekitar angkot, agar pandangannya fokus ke depan, tak perlu lagi menoleh ke belakang.
Membuat kursi duduk penumpang memanjang,
untuk membuat penumpang nyaman selama perjalanan. Bayangkan jika angkot tanpa kursi duduk penumpang, dimanakah penumpang duduk?

Karena mereka hanya fokus pada perlakuan buruk yang diterima dari sekitar,
hingga lupa pada tugas-tugas mulia masing-masing dari mereka,
Seolah merasa paling terbebani, lupa pada tujuan awal untuk apa sang pencipta, menciptakan mereka...

Karena kadang, kita menjadi seperti mereka,
hingga lupa pada tugas-tugas mulia yang telah Dia titipkan pada masing-masing dari kita.
Seolah merasa paling merana, lupa pada tujuan awal untuk apa Sang Maha Pencipta, menciptakan kita.

story of another "Perjalanan"
Atika Widiastuti
H-10 Ramadhan

Selasa, 02 Juni 2015

Kisah yang Manis

Pernahkah kau menemui kisah yang begitu berkesan buatmu?
Atau kamu menjadi pelaku dalam kisah tersebut?
Aku pernah, baru saja terjadi.

Cerita ini tentang seorang gadis yang seumuran denganku.
Hanya berbeda tiga bulan saja. Aku lahir April, ia Januari.
Ia hidup dengan seorang kakak laki-laki dan seorang adik perempuan, dengan kedua orangtua yang lengkap. Bahkan Aku sempat iri dengan 'kesempurnaan' keluarganya, hehe

Ia gadis baik, meski masih membantah sesekali.
Berani, mungkin itu kata pertama yang merepresentasikannya.
Aku ingat, ketika usia SMP, tiba-tiba ia berdiri di depan rumah, menceritakan bahwa ia baru 'pergi' dari rumah, memilih mengikuti teman sepermainannya, bahkan sampai mengamen dari bus ke bus di jalan.Tapi Aku tidak ingat jelas apa yang melatarbelakangi ia berlaku demikian.
Aku mendengarnya sembari terkagum.
Mungkin memang bukan hal yang baik, tapi bayangkan anak SMP, perempuan, seberani itu?
Ah,kalau Aku waktu SMP dulu, hanya tau jalan dari rumah ke sekolah saja.

Aku ingat bagaimana orangtuanya menceritakannya di depanku, membanding-bandingkannya dengan diriku. Bahwa aku begini, sementara ia begitu. Hampir setiap saat berkumpul, selalu saja ada cerita tentang aku dan dia. Sampai keluar pernyataan darinya, "kok kita berbeda banget, ya?"

Beberapa kali Aku dikenalkan atau bisa dibilang lebih banyak Aku yang mencari tahu sendiri siapa kekasih hatinya. Rata-rata tak bertahan lama, percintaan masa muda.

3 hari yang lalu, ia mengambil salah satu keputusan terbesar dalam hidupnya, ia dinikahi pangeran pilihan hatinya. ia yang 'berani' dan 'bandel' itu sudah berubah menjadi wanita dewasa yang bertanggungjawab.
Tak ada lagi cerita-cerita sambil mengelus dada karena hilang kesabaran akibat perilakunya.
Yang ada adalah tangisan haru di hari itu, terutama saat dirinya meminta restu untuk dinikahkan kepada sang Ayah.
Prosesi sakral itu sempat terhenti karena ia tak kuasa menahan isak tangis ketika meminta restu, mungkin teringat sang Ibu, entahlah Aku menebak saja.

Kau bisa menebak siapa dia?
Ia sepupuku.
anak dari adiknya Ibuku.
Hari itu, ia memelukku sambil berkata, "Minta doa-nya ya, Teh."
Aku balas memeluk dirinya sambil menepuk-nepuk punggungnya dan berkata, "Iya. Ah, udah gede yaa.."
***
Beberapa bulan lalu, Bundanya dipanggil Allah terlebih dahulu. Tinggallah ia dengan sang Ayah. Tak berapa lama kemudian, sang Ayah menikah lagi, kini keluarganya lengkap lagi. Ia tinggal bersama Ayah dan Ibu tirinya.
Rasanya bagaimana? Aku tak tahu rasanya, mungkin lebih baik dirinya yang menjawab.

Karena kondisi itu, kedewasaannya tumbuh. Aku melihat perbedaan ia yang dulu dan yang sekarang. secepat itu proggresnya.
Mungkin proses kedewasaan memang seperti itu, kita musti ditempa hal yang mungkin menyakitkan supaya kita tahu artinya kebahagiaan.
***
second post on June
2015
H-12 jam UAS Unit Operasi dan Proses

Senin, 01 Juni 2015

Aku dan Mereka

Here we go, my first post on June.

Aku dan Mereka
Aku dan sekelompok orang banyak
Orang-orang yang baru kutemui dalam beberapa hari dan kita harus bekerja sama untuk sebuah tujuan bersama.
Proses pertumbuhan kelompok yang ideal seperti forming, storming, norming, performing dan adjourning seperti yang pernah diajarkan di kelas agaknya sulit tercapai, karena forming-nya saja belum terbentuk sempurna.

Aku mencoba belajar dari mereka,
tentang banyak hal.
Terutama bagaimana berkomunikasi di Masyarakat.
Di tempat yang mudah sekali menemui karakter-karakter yang sangat berbeda.
Belajar tentang penerimaan, bahwa semua hal tidak bisa se-idealis gagasan awal.
bahwa ada suatu sebab, yang mengakibatkan ide brilianmu tidak bisa diterima.

Tentang bagaimana mengambil hati, dalam waktu singkat tentu saja.
Tentang bagaimana kau harus patuh dengan perintah petinggi di masyarakat walau dalam hati kau menggerutu menjalaninya.
Tentang keikhlasan menghadapi orang-orang yang sudah kau ajak bersama dan mereka menyetuinya, tapi ternyata tak tampak di barisan.
Tentang kepercayaan, yang diberikan kepada dirimu. Walau ada yang lebih kompeten yang kau anggap lebih mampu.
Tentang bagaimana, kadang batasan yang kau agungkan tidak bisa diterapkan begitu saja.
Memang tidak semudah itu menerimanya sehingga terkesan sebagai bentuk kepasrahan
Tapi, selalu ada proses yang mengiringinya, kan?

Aku dan mereka, lagi-lagi terbaca seperti ada batasan.
Aku di sini dan mereka di seberang garis sana.
Padahal kita di tempat yang sama.
Mungkin baiknya ,diksinya diubah, "Aku adalah bagian dari Mereka."

June, 1st 2015
H-15 Ramadhan