Senin, 18 Mei 2015

Tentang Prasangka


"Berprasangka baik itu jauh lebih sulit daripada berprasangka buruk."
Setahun yang lalu, seseorang berkata itu. Entah ia masih ingat atau tidak, tapi Aku masih ingat jelas kata-kata itu. Ia mengatakan hal itu, saat Aku berpikiran buruk tentang seseorang, orang yang sangat ku kenal. Memang wajar kan? Otak kita seringkali membuat peta berpikirnya sendiri akan sesuatu, lalu ditambah perasaan atau bisa dibilang tingkat ke-baper-an kita saat itu, maka jadilah ia ; prasangka baik atau prasangka buruk. Itu manusiawi. Tapi kita harus belajar mengendalikannya.
Kenapa? karena gak baik, bukan buat orang yang kita prasangkai, tapi gak baik buat kita sendiri.

Karena apa?
Karena terkadang, yang tersembunyi seringkali lebih rumit daripada yang terlihat.

Mengendalikan prasangkamu sendiri memang sulit. Tapi jika bukan dirimu sendiri, siapa lagi?
Karena lebih baik menceritakan sesuatu dengan contoh, maka kita misalkan saja pemeran kita kali ini adalah Aku.

Aku sudah mengetahui sebelumnya, bahwa berprasangka buruk tentang seseorang itu adalah hal yang tidak baik, karena menimbulkan keresahan sendiri di hatiku. Padahal orang yang Aku prasangkai belum tentu berlaku sesuai yang Aku prasangkakan. Mungkin saja ia punya alasan akan sikapnya itu, yang jika ia menceritakan, akan membuat diriku atau mungkin dirinya sendiri menjadi lebih tidak enak hati. Jadi maksudnya menjaga kondisi tetap seperti yang seharusnya, atau bisa dibilang main aman saja.

Ternyata susah juga ya mencoba berprasangka baik, kamu harus memutus rantai "mindmap pikiran buruk" dalam otakmu sendiri, memikirkan kemungkinan-kemungkinan baik yang rasional yang mungkin bisa menjadi jawaban. Tapi yang sulit bukan berarti tak bisa dilakukan. Pasti bisa, tetapi memerlukan usaha lebih, itu jika awalnya Kamu memang orang seperti Aku, orang yang mudah sekali berprasangka buruk terhadap sesuatu hehe

Karena hidup dalam prasangkamu sendiri, itu jauh lebih berbahaya. Karena pikiranmu bebas saja membuat alur-alur berprasangka yang baru, tanpa batasan, karena memang tak ada batasan.
Hingga suatu saat kamu diberikan batasannya. Pilihanmu cuma dua, berhenti di tepat batasan dan menerimanya atau menabrak terus batasan dengan resiko kamu akan terluka.

Jadi berprasangka baik itu seperti pelindung diri, ya. Melindungi dirimu sendiri dari tembok batasan yang mungkin akan ada di kemudian hari, karena Kamu sudah berhenti membuat "alur" jauh sebelum tembok itu ada. Hingga ketika tembok itu benar-benar ada, kamu tak akan menabraknya.

Jadi, selamat bermain kejar-kejaran dengan prasangka!
Tapi hati-hati,
Jangan sampai prasangka buruk mendahului-mu,
Hati-hati juga, Aku takut nanti kamu menabrak tembok.
Tak apa jika fisikmu yang terluka,
tapi jika hatimu, bagaimana?

***

Atika Widiastuti
18 Mei 2015
di kelas UOP, S. 203, FTUI
-Tidak ada dosen

0 komentar:

Posting Komentar