Kamis, 15 Oktober 2015

Suatu Malam di Ibukota

Yesterday was a very long day. Full of emotions that I don't know, why can be like that. Me, crying all day long. Satu kejadian yang mengubah emosi satu harian itu.

Untuk menghiburku, ia teringat ;
suatu waktu pernah Aku merengek minta untuk diajak ke Monas pada malam hari, Aku berkata, "Tika mau liat air mancur di Monas nari-nari di bawah lampu warna-warni", Padahal enggaktahu, benar atau tidak ada air mancur malam hari di Monas?.

Last night, you give me more.
membawaku berkeliling sebagian kota Jakarta, semendadak itu, mencoba menghibur suasana hati ku yang sedang mendung hari itu.
Di mulai dari membawaku ke daerah Pancoran, menujukkan patung Pancoran, kau bercerita, "tebak kita dimana? Liat tu, Tik. katanya, jarinya patung itu nunjuk ke harta karun rahasia Soekarno." katanya sembari menunjuk satu patung besar diatas kepala kami.
aku ber-oooh panjang, memang selalu saja ada percakapan baru antar kita. Biasanya, selepas info apapun yang datang darinya, Aku kembali mengecek kebenarannya, terutama dari google.
Dia menyebut dirinya ensiklopedia berjalan, dan memang benar.

Spasialku sungguh sangat jelek, aku tidak hafal dan tidak bisa mengingat rute perjalanan kami malam itu, jadi mungkin urutan perjalanan ini akan menjadi sangat random.
"Nanti kita lewatin satu pasar yang disebut Pasar Rumput, karena dulu....duluuu banget, banyak yang parkir kuda disini."
"Parkir kuda? lawas banget."
"Ya kan tadi gw bilang, duluuu banget."

Taman Suropati.
Aku teringat pada seorang teman SMA yang pernah berwacana ingin pergi kesini, mengajakku dan lainnya. Langsung saja ku mengambil foto patung kuda disana dan mengirimkannya pada temanku itu. Pamer. Bahwa aku lebih dulu kesini dibanding dia, ckck
Di taman itu dia berkata, "Kalau sore, banyak orangtua yang kasih makan burung-burung disini. Nah, anak-anaknya lari-larian ngejar burung-burung itu. Di sana ada taman seni, kalau lagi beruntung, kita bisa nonton orang-orang lagi latihan main biola."

Menyebrang sedikit kita sampai di masjid Sunda Kelapa. Minum es kelapa disana, ia berkata lagi "disini emang selalu rame, bahkan kayak lagi ada itikaf. padahal enggak. Emang suka ada kajian tahajud."

Setelahnya kita pergi dari situ, melewati rumah-rumah besar yang kemungkinan adalah rumah para pejabat pemerintah, yang saat itu sedang terbuka pagarnya, satu mobil keluar dari situ, diiringi penjaga berbatik dan memegang handy talky, mempersilakan mobil itu keluar dan memastikan keadaan sekitar aman. Dan wow, aku terkejut, ada banyak sekali mobil di dalamnya, lebih dari enam, meski tak melihat detail karena pagar gerbangnya segera ditutup kembali.
Luar biasa. Berapa orang yang tinggal di satu rumah itu sampai harus punya enam lebih mobil?

Selanjutnya, ia membawaku ke Taman Menteng, menunjukkan icon-nya, piramida rumah kaca atau entah apa namanya dan berkata, "mau foto disitu gak? ini iconic taman menteng. Taman menteng terkenal sama bangunan itunya."

Aku berkata dengan polosnya, "Jakarta tenyata banyak tamannya ya. tapi kenapa gak diperbanyak aja? Jadi lebih banyak interaksi di dalamnya. Depok ada gak sih?"
"Depok ada, cuma gak sebanyak Jakarta emang. Gue tunjukkin luar-luarnya aja, nanti lo explore sendirilah, ama suami lo mungkin."
hahahahaha, Aku tertawa.

"Ini masjid Cut Mutia. Sama kayak Sunda Kelapa, tapi gak se-rame Sunda Kelapa. Bangunannya masih asli sejak pertama dibangun.", jelasnya tanpa diminta memberitahu

"Nah, Tuh ujung Monas keliatan. Udah ya, gue dah bawa lo liat Monas plus stasiun gambir malahan. Btw, katanya ceritanya sih api monas itu gambar patung wanita. Ibu Sarinah. Wanita yang merawat Soekarno. Misteri gitu sih..", katanya tanpa ditanya

"Ini Senen. ada yang namanya Proyek Senen. Tau gak siapa rajanya properti?"
"Agung Podomoro?", tebakku
"Ah masa anak Teknik gaktau. Namanya Ir. Ciputra. dia nantang Soekarno dan bilang 'Pak, saya punya ilmu, tapi kalau gak dipakai, gak guna.' terus Soekarno tantang dia bikin Proyek Senen ini. Sempet bangkrut di zaman Soeharto. Proyek Senen-nya terhenti. Sekarang sih udah selesai, tapi tetep aja kawasan ini dikenalnya dengan nama Proyek Senen."

"Tugu tani, pak Tani itu dulu hidupnya miskiiiin banget, tapi namanya diabadikan jadi nama salah satu partai."
"gue tau kak, dulu belajar IPS pas SMA."
"Nah itu dia. Pak Marhaen."

"Lo tau pekan raya jakarta? pernah kesitu gak? Kita kesitu deh. Nah kalo Ultah Jakarta, orang-orang kumpulnya disini, bukan di Monas. karena jalanannya gede mungkin yaa.. Makanya namanya Pekan Raya Jakarta. Jalan ini gede, dulusih gue di bodoh-bodohin katanya ini buat landasan terbang."

Sudah berkeliling, kami mampir di tempat temannya yang berjualan di Kemayoran. Selepas itu kami pulang. Entah kenapa perjalanan pulang selalu terasa lebih cepat.
Suaraku habis, seriously, karena emang lagi kurang sehat juga, tapi bahagia.
Sangat sederhana sebenarnya, karena diajak muter-muter kelliling Jakarta Selatan-Jakarta Pusat-Jakarta Utara.

sumber : dokumentasi pribadi

Kak, Terimakasih ya.
Sukses dan lancar untuk ikhtiar-ikhtiar nya.
:)

Adik yang sudah mulai besar,
Atika

0 komentar:

Posting Komentar