Minggu, 21 Februari 2016

Cerita Sebuah Kartu

Hari ini akhir pekan, bertepatan dengan peringatan Hari Peduli Sampah Nasional, dan mulai hari ini pula di beberapa ritel sudah mulai diterapkan kantong plastik berbayar. Yap, kantong plastik untuk wadah berbelanja kita sudah tidak lagi diberikan cuma-cuma mulai hari ini, tentu masih masa percobaan, tapi setidaknya sudah ada langkah konkret menuju Indonesia Bebas Sampah :)

Nah, di hari ini juga, untuk memperingatinya, ada lebih dari 1000 komunitas di 34 provinsi di Indonesia melakukan gerakan peduli sampah dan sosialisasi tentang plastik berbayar. Beritanya banyak di google, sila dicek bagi yang penasaran. IMTLI, IMS FTUI, KAPA FTUI, beserta Paguyuban KSE UI juga melakukan kegiatan serupa, bertepat di Kampus UI Depok. Kita memungut sampah di beberapa spot UI, lalu memilahnya sesuai dengan jenisnya.

***

Setelahnya, Aku kembali ke rumah, sudah kadung rindu sama ibu. Maklum, anak kost-an newbie, yang biasanya apa-apa dibantu Ibu, sekarang harus sendiri ; masak, mencuci, pun masalah keuangan, hemmm...
Tapi cuma beberapa jam saja, mengambil beberapa barang-barang buat mendaki hari Jum'at nanti, dicicil biar nanti gak terlalu berat. Tak lupa juga, dari tempat kost, aku membawa tas besar yang dipakai untuk pindahan kemarin, biar ditaro dirumah aja, kali-kali mau ada yang pakai, kalau ada di kost-an aja kan nganggur tasnya.
Beberapa barang dari kosan Aku letakkan di dalam situ, termasuk dompet. Sebelum ke rumah, Aku ke Rumah Iqro terlebih dahulu, ada acara bulanan, pembagian beadidik adik-adik asuh yayasan, yang sayangnya hari ini telat Aku datangi, bukan, bukan karena Aku mengulur-ngulur waktu, hanya berusaha win-win solution sebenarnya ; gerakan pungut sampah di kampus bisa Aku ikuti (meski tidak sampai selesai), pembagian beadidik juga bisa Aku datangi (meski tidak dari awal). Tapi ternyata tidak semua hal bisa berjalan sesuai dengan apa keinginan diri, ya.

Selesai urusan di Rumah Iqro, aku bergegas ke rumah. Menemui ibu, leha-leha sebentar di rumah, lalu pukul 3 sore, kembali lagi ke kost-an, diantar tukang pos, bukan pengantar surat tetapi pengantar senyum.

Sebelumnya, ia juga menawarkan untuk Aku membawa saja sebuah kartu miliknya, kartu elektronik, yang dengan sekali digesek pada mesinnya, barang-barangmu terbayarkan, dan nilai nominal dalam kartumu berkurang. Tapi Aku menolak, dengan alasan, masih punya uang tunai, juga takut nanti boros kalau pegang kartu itu.

Sesampainya di kost-an dengan diantar olehnya, Aku turun. Serta merta meletakkan barang di kamar, dan menyadari satu hal : Dompet ku ada di tas besar tadi, dan tas besarnya di rumah. Ah, Ya Allah.. Padahal baru pulang ke rumah lagi hari Kamis, sedangkan sekarang masih hari Minggu.

Ku hubungi Adik dan bertanya, ternyata benar dompetnya di rumah, dan ah yaudahlah.. Seengaknya disini banyak temen (yang mungkin), bisa dipinjami uang, hehe.. Lupakan urusan dompet, lalu Aku menuju kamar tetangga sebelah ; pinjam setrika.

Ibu penjaga kost menuju kamar, bilang, "Tika, tadi kakaknya titip kartu ini." Aku ambil, dan mengucap terimakasih.

Aku langsung chat si tukang pos, bilang bahwa dompetku tertinggal. Lalu ia menjawab, "Terus idup lu gimana? Emang pegang duit? Pantes tadi udah sampe tengah jalan, gw puter balik. niat banget mau ngasih kartu."

Ah, gak ngerti lagi, bisa seterharu dan se-sehat(i) ini. Dia enggaktau Aku tertinggal dompet saat (mungkin) dengan feeling-nya, memberikan kartu itu padaku. Aku enggaktau ia akan memberikan kartu itu saat (mungkin)  dengan paniknya, menyadari bahwa dompet tertinggal.

Satu lagi cerita dari banyak kisah baik yang diberikannya kepadaku.
Setelah mulai malam kemarin Aku berjanji pada diri sendiri, bahwa ia, si tukang pos pengantar senyum itu, adalah orang yang kata-katanya akan aku patuhi setelah Ibu.
---------
Kutek, 21 Februari 2016
Atika Widiastuti

0 komentar:

Posting Komentar