Selasa, 12 April 2016

Pisang dan Ulangtahun

Ada seorang anak perempuan, meski sudah bukan anak-anak lagi, tapi ia tetap menyebut dirinya 'anak' perempuan. Kemarin, ia berulang tahun. Ada suatu kejadian yang memberikan saya pelajaran.

Ketika ditanya, "Lagi ulangtahun nih, malam ini mau kemana?"

"Gak kemana-mana. Mau nugas aja."

"Makan yuk!"

"Ayo. Tapi kamu juga makan ya, jangan ngeliatin Aku doang. Es krim yuk!"

Si 'anak' perempuan ini memang senang sekali makan es krim. Karena menurutnya, es krim membawa kebahagiaan, karena senyumnya memang tak pernah berhenti berkembang ketika ia sedang makan es krim, saya menyaksikan itu.
Anak kecil yang beranjak tumbuh dewasa, sudah 21 tahun. Tapi tetap saja saya senang memanggilnya 'anak kecil'. Lucu.

Kami pergi ke tempat biasa saya bisa menyaksikan senyumnya itu, memesan satu porsi besar es krim untuknya. Saya memesan yang lain, tidak terlalu senang pada es krim sebenarnya, entahlah, terlalu manis.

"Lihat kakek tua di pinggir jalan tadi gak? Yang jualan pisang.", tanyanya

"Enggak. Kenapa? Kasian ya?"

"Gapapa."
, jawabnya singkat

Ia memakan es krim pesanannya, saya melahap makanan pesanan saya. Sesekali membahas ulangtahunnya, "sudah dapet kado dari siapa aja, nih?" tanya saya.
"Kado apaan? Enggak ada. Kan udah gede. Masa masih ngarepin kado? Ada yang inget Aku ulangtahun aja udah senang. Kado dari kamu, mana?"

"Loh, ini ngajak Kamu makan, anggap aja kado. Aku gak mau kayak gitu, masa kamu cuma spesial di satu hari doang? Kita kayak gini aja, lakuin hal-hal sederhana, cuma kebetulan aja hari ini ada yang lagi ultah, haha."

"Haha, bisa aja pembelaan. Oke deh. Nanti pulang dari sini ke tempat kakek yang tadi itu dulu ya. Aku mau beli pisang", katanya kemudian.

Selesai itu, kami bergegas pulang, Si anak perempuan ini sudah kadung tak enak hati pada teman-temannya, karena mereka seharusnya mengerjakan tugas bersama malam itu. Saya datang lantas mengajaknya pergi meninggalkan teman-temannya.

"Stop! Beli pisang dulu~ beli pisang~" , katanya.

"Oh iya. Aku aja yang beliin."

"Ah gausah, orang mau beli pake uang sendiri."

"Sok banyak duit, deh."

"Yeu. Emang banyak duit."

"Udah Aku aja yang beliin, buat kado. Tadi minta kado? Kadonya pisang aja ya.", kataku memenangkan perdebatan.

Si kakek tertidur pulas sekali. Saya harus menepuk-nepuk pelan kakinya untuk membangunkan beliau. Saya membeli pisang dari si kakek. Si kakek memasukkannya ke dalam kresek hitam bekas pakai. Saya berikan satu kantong kresek berisi pisang kecil itu kepada si 'anak' perempuan ini. Senyumnya mengembang lagi.

"Senang?"

"Banget! Makasih banyak! Ini kado paling remember-able."

"Kenapasih? Kasian yah?"

"Sebenarnya, iya. Gak tega aja.. Udah tua.. Tapi, hebat ya, udah malam masih semangat cari nafkah."

Setelahnya, ia bercerita tentang mimpinya, berkata bahwa ia ingin lebih sering membeli barang/makanan/apapun yang seperti itu. Meski tak butuh atau sedang tak terlalu ingin punya atau memakan sesuatu itu, ia senang saja membelinya. Karena menurutnya, orang-orang seperti si kakek ini hebat. Meski memungkinkan, beliau tidak meminta-minta dan menjadikan dirinya pengemis, tetapi masih giat bekerja. Si 'anak' perempuan ini mudah tersentuh memang orangnya.

Ternyata, berbuat baik, meski hanya niat, itu menular. Saya tidak ada niatan sebenarnya membelikannya pisang. Tapi melihat niat baiknya itu, saya ingin saja rasanya melakukan hal tersebut.
Malam itu saya dapat pelajaran lagi.

***
Depok, 12 April 2016
Kukusan Teknik

0 komentar:

Posting Komentar